Rabu, 07 November 2012

Diary Neng : kisah sabtu senja


Ini sabtu ketiga pasca tragedi surat cinta pink dalam kotak DVD.  Neng semakin sering mengurung diri di kamar. Ratusan sms dari Bang Jun tidak pernah Neng balas, pun telpon yang kemudian hanya menjadi miscall. Beberapa kali Bang Jun datang ke rumah, Neng tidak mau menemui. Kalau papasan di jalan, Neng pura-pura tidak lihat; kalau perlu putar arah. Neng tahu, ada orang yang bisa dengan mudah menjadi sangat biasa kembali berteman dan curhat bareng, seperti yang Bang Jun minta dalam sms. Tapi orang itu bukan Neng.
Orang yang tega menyakiti hati saya sama sekali tidak punya hak atas saya, bahkan hak untuk mendapatkan sikap sopan saya.

Tidak, Neng tidak lagi menangis. Hati Neng jadi dingin dan kebas. Bahkan Neng tidak tahu mana yang lebih sakit, dengan Akang atau dengan Abang. 

“Neeeeeenngg!! Bengong lagi kan..!!Lo dengerin gue ngomong gak sih?” sebuah bantal melayang ke muka Neng. 

“Atapiluloh. Kaget tauk.” Neng meringis 

Adalah Butet, sahabat Neng sejak kecil, yang selalu menghibur Neng. Asli Medan. Butet tinggal dengan mamanya. Menurut Butet sih, sang bapak kabur dengan perempuan lain. Butet perempuan yang keras dan tegas, khas orang Batak. Wajahnya biasa saja. Tapi hatinyaaa…. Luar biasa baik.

Butet                   : Mikirin Abang lagi ya, Neng?
Neng                   : ……*senyum miris
Butet                   : Buat apa pula kau masih pikirin dia, Neng. Bikin capek saja kau ini. Kau lihatlah matamu  makin cekung dan sayu.  Masih banyak laki-laki yang lain, Neng cantiikk..
Neng                   : ….ahahaaa… lihat siapa yang barusan ngomong…

Butet sahabat Neng ini sungguh luar biasa setia, atau bodoh, entah mana yang lebih tepat Neng juga bingung. Dari kecil menyimpan cintanya hanya kepada Romy, cowok padang yang usianya 5 tahun lebih tua dari Butet, dan sekarang sudah jadi pegawai kantor pos. Sayangnya, Romy cuma menganggap Butet teman saja, atau kalau mau lebih dekat, ya hanya sebatas adik. Tapi Neng tahu, tak pernah seharipun Butet tidak mencintai Romy.  

Butet                   : yaaahh… dibilangin malah ketawa. Pasti lo mau ngeledek gue ama Uda kan?
Neng                   : …… ngga…

Neng memandangi wajah Butet. Kenapa harus ngeledek? Pikir Neng. Keadaan Neng sekarang juga tidak lebih baik. Tiba-tiba Neng berpikir  mana yang lebih menyakitkan, menjadi pungguk merindukan bulan, atau menjadi bulan ditinggalkan pungguk. 

Butet                   : Tuuh kan bengong lagi. Ayo bangun. Ikut gue sekarang.
Neng                   : Kemana? Neng teh males kemana-mana, Butet sorangan wae atuh kalau mau jalan.
Butet                   : Ayo ikut aja. Kita cari tutut di sawah. Nanti gue yang masak.
Neng                   : aiihh… geuleuh ah. Malu atuh udah gede…
Butet                   : Alaahhh… cepetan!

Setengah jam kemudian, Neng dan Butet sudah ada di tengah sawah. Dengan kaki belepotan lumpur, Neng sibuk mencari keong sawah kecil. Sementara  Butet duduk manis ditengah saung menunggu hasil tangkapan Neng. Dari dulu memang begitu pembagian kerjanya. Butet jago masak, satu lagi kehebatan Butet yang tidak bisa terbantahkan.Sejak kecil, Butet akan mengolah apa saja yang Neng cari, atau curi. Hehehe..

Butet                   : Kau lihat kan, sore diluar kamar itu indah sekali. Buat apa kau mengurung diri terus begitu. Lupakan saja dia. Dia itu sudah nyakitin kau. Tak perlu kau tambah dengan nyakitin diri sendiri.
Neng                   : Neng benci orang itu..
Butet                   : Apa gue harus nginep terus di rumah kau, heh? Nanti gue bikin kau ketawa tiap hari. Gue jamin lo gak bakal inget dia lagi.
Neng                   : Ahh.. kamu sendiri tidak bisa melupakan Uda, kan?

Butet berdiri. Tatapannya melembut. Suaranya juga. Sepertinya beradu pelan dengan desau angin. Dan apa yang Butet katakan tidak akan pernah bisa Neng lupa :

“Saya beda , Neng. Saya mencintai Uda dengan tulus. Uda tidak pernah menyakiti saya. Dia hanya tidak mencintai saya. Dan itu tidak salah. Jika nanti saya bisa mencintai orang lain, itu tidak akan mengurangi rasa cinta saya ke Uda.”

Neng cuma bisa terpana. Mendadak Neng menggigil. Ada dua aura berbeda terasa di udara senja ini. Aura kebencian hitam menggumpal  dari Neng, dan aura putih seperti awan kapas menaungi Butet. Cinta itu tidak ada. Cinta itu ada. Tidak ada. Ada. Tidak adaaaa. Adaaaa.. Kedua aura itu seperti bertarung beradu argumen. Neng dan Butet terdiam saling menyelami. Senja makin gelap.

Ps: Hari itu ditutup dengan pesta tutut yang maha lezat. Hanya saja, Neng dan Butet memakannya sambil diam.



Sabtu, 03 November 2012

Sembilan Pelangi (7)

***
"Kenapa suka Doraemon?", tanya Ardi ke Ilang, rupanya sedari tadi Ardi memperhatikan Ilang yg asik membaca komik ditengah jam istirahat.

"Mau tauuuu, ajahh.. Kasih tau gak yah????" Jawab ilang cengengesan.

"Siapa yg kamu suka dari cerita Doraemon?", tanya Ardi membuka pembicaraan.

"Gw suka Doraemon sejak SD dulu, cerita fiksi yg selalu membuat impian menjadi nyata, tapiiiii.. Bukan doraemon yg paling gw suka, tapi Shizuka.." Jelas Ilang bersemangat.

"Kenapa?" tanya Ardi sambil gak berhenti mengunyah cemilan dimeja Ilang.

"Dari kecil aku selalu bercita2 ingin menjadi Shizuka, gadis manis, ceria juga pintar, selalu jadi idaman teman2 pria" kata Ilang centil.

"Terus... Kalo dia pintar, kenapa diakhir cerita dia memilih menikahi Nobita sibodoh, bukan temannya yg pintar itu... Siapa namanya??, Dekisugi.. " tanya Ardi panjang, supaya dia bisa terus makan cemilan Ilang.

"Begini ceritanya, kisah Doraemon menggantung sejak si Fujiko Fujio, sipengarang jenius wafat, sejak itu semua menduga-duga bagaimana kelanjutannya, tetapi ternyata diam-diam dia sudah membuat script terakhir kisah doraemon yg akhirnya tersebar hingga terkenal" jawab Ilang sok pintar.

Ilang melanjutkan ceritanya..

Singkatnya, cerita terakhir Doraemon ini dibuka dengan adegan saat Nobita pulang dengan menangis karena diganggu Giant. Seperti biasa, ia merengek
" Doraemmmoonnnn... !"" Pinjami aku ituu dong... "" Aku sudah tidak tahan lagi dengan sifat Giant... "
Tetapi, doraemon, sahabatnya tidak bergeming. Ia membisu dengan pandangan kosong, dan terjatuh ketika Nobita menyentuhnya.Alhasil, Nobita pun menghubungi Dorami, sang adik. Dorami pun mengatakan bahwa kemungkinan besar batere kehidupannya telah habis, namun sayangnya... sirkuit support Doraemon sudah tidak berfungsi karena sirkuit tersebut terletak di kupingnya yang hilang karena digigit tikus. 
Jalan satu - satunya adalah membawa pulang Doraemon ke masa depan untuk diperbaiki, namun sebagai resikonya, Memori dalam otak Doraemon akan ter-reset ulang sehingga otomatis kenangannya bersama Nobita akan hilang. 
Jalan lain adalah, menunggu seseorang yang dapat memperbaiki Doraemon dengan pengetahuan yang canggih. 
Sembari mengingat - ngingat kenangan manis dan segala pertualangan yang telah mereka lalui bersama, Nobita memutuskan jalan yang ke 2...Menunggu seseorang yang dapat memperbaiki Doraemon, dan itu orang tersebut adalah dirinya sendiri....
Sejak saat itu, hidup Nobita berubah 180 derajat.Ia menjadi murid yang rajin, tidak pernah terlambat, dan selalu belajar dengan tekun. Hingga saat SMA ia mendapat nilai ujian tertinggi di Jepang yang mengalahkan Dekisugi ( siswa jenius, saingan Nobita dalam cinta )
" Kau hebat Nobita... saat ini tidak ada lagi yang mampu mengalahkanmu dalam ujian ...!"namun Nobita menjawab..." Bukan nilai tinggi yang kucari....., melainkan sebuah pengetahuan yang jauh lebih besar "
Singkat kata, beberapa tahun kemudian, Nobita berhasil menjadi seorang professor Teknik dan tentunya... menikah dengan Shizuka.Suatu ketika, ia memanggil Shizuka ke sebuah ruangan rahasia, yang selama ini tidak seorang pun yang boleh memasukinya....
" Bukankah.. ini adalah ruang rahasia dan berbahaya untuk dimasuki ...Nobita? tanya ShizukaNamun, tak lama Shizuka terdiam, saat melihat pemandangan yang tertidur di depannya. Sebuah sosok yang ia kenal dengan baik, dan tak akan pernah dilupakannya sampai kapan pun........ Doraemon....." Doraemonn.. ? Shizuka terkejut..." Sekarang akan kucoba menyalakannya.....!" Nobita menekan sebuah tombol... dan tak lama...Benda itu bergerak dan membuka matanya...." Nobita !! apa kamu sudah mengerjakan PR-mu ?Shizuka pun langsung meneteskan air mata, tatkala Nobita berlari memeluk Doraemon, sahabat terbaiknya yang telah kembali pulang setelah 20 tahun lamanya....

"Zzzzzzz zzzz.. Zzz.." Ledek Ardi, "Udah ceritanya??, sampe ketiduran" katanya

"Sialan lo, nah loh?? Puding gw lo makan juga?? Anjriiitt.. Pokoknya lo utang puding ke Gw, gw gak rela pokoknya !!! Jawab Ilang cerewet

***

Rutinitas pagi seperti biasa, Ilang kembali kekantor setelah semalaman menginap di Rumah Sakit, wajahnya yg masih muram tampak kelelahan kurang Istirahat.

Dari kejauhan tampak meja kerja Ardi yg kosong, monitor cpu yg masih off, tumpukan kertas yg tersusun rapih.

Lagi-lagi, mata ini selalu tertuju pada stiker dilemari buatan Ardi yg selalu membuatku tersenyum

Masih mengganjal dipikiran Ilang, kenapa gambar yg dibuat Ardi bukan Shizuka bersama Nobita dan teman2nya?, malah bersama Arjuna yg beda cerita dan alamnya?


Rabu, 17 Oktober 2012

Catatan Tejo

Ada undangan merah jambu yang dialamatkan padaku, dari keluarga Sukimin, ayah Surti.

Tak terasa, air mata mengalir begitu derasnya, perlu waktu bagiku untuk menghapusnya. Ku ambil pena dan kucoba menulis surat padanya..

Dear Surti,

Aku tidak pernah mendengar tentang kepulanganmu, tapi kenapa tiba-tiba kau mengirimkan undangan ini??

Selamat ya, Surti.
Selamat menempuh hidup baru. Aku ikut senang mendengarnya. Akhirnya kau menikah dengan Turmidi! Maaf aku tak bisa datang. Aku… aku mau pindah ke Gombong, Sur. Mungkin ini sangat mengejutkan, dan aku tidak bilang padamu jika aku akan pergi. Maaf.
Surti, aku senang sekali kau menikah dengan orang yang kau cintai. Mungkin kau akan membenciku karena aku mengatakan ini, Surti.

Tapi…
Mengapa,Surti?
Mengapa harus dia? Mengapa harus dia yang menjadi pendampingmu? Mengapa harus dia yang mencetak senyum itu di wajahmu? Mengapa harus dia yang menerima semua tatapan sayangmu? Kau tahu? Harusnya itu aku. Aku yang harusnya membuatmu tertawa. Aku yang harusnya menerima semua tatapan sayangmu. Aku yang harusnya menggenggam tanganmu. Aku yang harusnya menerima ciumanmu. Aku yang harusnya mendapatkan cintamu.

Tapi… aku hanyalah seorang pria yang bodoh. Bodoh karena jatuh cinta padamu. Bodoh karena mencintaimu. Bodoh karena aku tetap mencintaimu walaupun kau bersamanya.

Apakah dia mencintaimu seperti aku? Seperti aku yang rela sakit untukmu. Seperti aku yang selalu sedih saat melihat kau bersamanya. Seperti aku yang selalu… selalu mencintaimu.

Kau tahu? Aku akan melakukan apapun agar kau bahagia. Apapun. Termasuk… melepasmu. Aku tahu bukan aku yang ada di hatimu. Bukan aku yang mengisi pikiranmu. Bukan aku yang kau cintai. Aku tahu.

Tapi… aku tetap menyembunyikannya darimu. Aku menyembunyikan perasaan cintaku padamu, hanya agar kau tak merasa bersalah padaku. Kau juga menyembunyikan fakta bahwa kau tahu aku mencintaimu, kan?

Adikmu menceritakan semuanya padaku.
Aku tidak kuat jika harus berada didekatmu, Surti. Maka dari itu, aku memilih pergi. Aku memilih menjauh darimu, dari kehidupanmu, agar aku bisa melupakanmu. Melupakan cinta yang ada di hatiku. Menghilangkan perasaan ini sungguh berat.

Sur, Kau tak tahu rasanya. Kau tak tahu rasanya bagaimana melihat orang yang kau cintai bersama orang lain yang… yang ternyata sahabatmu. Aku tak menyalahkan Turmidi. Aku tidak marah padanya. Aku benci pada diriku sendiri. Aku benci karena jika aku melihatmu bersama Turmidi, aku… aku tidak suka! Maaf, Surti, Maaf.

Maaf juga karena aku tidak datang ke pernikahanmu. Aku tidak sanggup, Surti. Sungguh. Surti… aku mencintaimu. Selalu.

With Love,
Tejo Surono

Sabtu, 13 Oktober 2012

How to not hurting you again?

My heart is weeping tears of blood for the pain that I've caused you,
And it's crying out my apologies to your mind,
Pleading for your forgiveness for my unfortunate outbursts,
I never meant, in a million years, to be so unkind.

I have made mistakes in the past but never as serious as this,
And I know I will only have myself to blame if you leave,
And that scares me more than I've ever been scared in my life,
For you're my true motivation, the only real thing in which I believe.

Everything else is just a fantasy to my egotistical ideals,
It's always been me, me, me for far too long,
And lately I haven't given even a passing thought to your concerns,
I let them all fly past me, but now I know I was wrong.

You were reaching out to me in your time of uncertainty and sorrow,
While all I cared about was me and what was mine,
And as I watch you pack your bags with tears streaming down my cheeks,
Too late, I feel all your angst and pain.

And all that's left for me to do is say sorry in a sincere way,
With an apology that comes from deep inside my soul,
It's all I have left to offer for your love and your loyalty,
It's just a pity that my own loyalty, I couldn't hold.

Now all I have left of you are the memories of the goodness I have lost,
And that loss brings a sadness every time I think of your name,
And my heart yearns to be able to turn back the hands of time,
To correct the mistakes I've made and start again.

So please take time to think about what I've said, as it comes from the heart,
Take time and try to forgive me my failure to deliver,
And if you can't, then cast me out of your life never to return,
And I will hang my head in shame....... forever.

Maybe i should let you happy without me

Minggu, 07 Oktober 2012

In the rain

Rain crashing down,
thick drops pounding like my heart as I look at you.

Your beautiful, more beautiful than the storm around us.
Your eyes have caught mine and I can’t bring myself to look away.

We smile, captivated by each others presence.
Never has a moment been so perfect, never have two lovers shared such an amazing scene.
We get closer, and adrenaline starts pumping, thunder roars in tune with the beating of our hearts.
We embrace each other, wet from head to toe, yet neither of us mind at all.

Nothing matters at this moment, nothing except you and me.
The clouds thicken and the sky grows dark, flashes of lightning shine against your pretty face.
We both share tears of joy as we close the distance, the tears impossible to see amongst the rain, but we know they are there.

I can feel your breath as we get near, the warmth of your face, and the rumbles of the thunder. You hug, as the lightning cracks and the thunder rolls, with rain running over our body. The greatest moment of our lives, our love has never been stronger. If only it could never end, I want it to last forever.

After the hug we realize what we already knew, you’re the one for me, and I’m the one for you. No one else can make me feel like this, I want to have you every day. We will be together after our time here has ended, in a place where we can experience this every day.

I promise its true, I promise to stay, just give me, one more hug in the rain

Sabtu, 06 Oktober 2012

A Little Romance in My Life

I cannot explain the way I feel about you
Girl, you're always on my mind
Everytime I often think of you
I get a funny feeling that
I'm so in love with you
I want to give you all my love
Let me show you that I'm real
The love that I have shall never fade away
I'm tired of being suffer
I need a little romance in my life
Can't you see I need little romance? 
Take my hand
May I have this dance
No one can love the way that I can love
I'm telling you
I need a chance
I need a little romance in my life 

Kamis, 16 Agustus 2012

Selamat Jalan Surti


Hari ini adalah hari penting bagi Tejo. Sebuah hari yang paling ditakutkan, hari terakhir dia bersama dengan Surti. Surti anak pertama, merupakan tulang punggung keluarga, bapaknya yang memintanya untuk menjadi TKW di Arab. Hubungan Surti dan Tejo tidak mendapat restu dari orang tuanya. Tejo hanyalah seorang tukang ojek yang hidupnya pas-pasan. Orang tua Surti berharap dia mendapatkan pasangan dari kalangan yang lebih kaya.

Motor kreditan sudah selesai dicuci tadi pagi. Hari ini Tejo berusaha tampil berbeda dari biasanya. Semua baju dan celana terbaik dipakainya. Tejo ingin membuat hari ini menjadi special di mata Surti. Dengan penuh harap agar Surti mau membatalkan rencananya setelah bertemu dia.

Sudah pukul 10, Tejo berjanji mengantarkan Surti ke Bandara. Hari yang begitu berat buat Tejo, selama perjalanan yang terbayangkan hanyalah hidup tanpa Surti. Sesampai dirumah Surti, Tejo sedih bukan kepalang. Surti yang telah berdandan begitu cantik sedang berdiri didepan pintu rumahnya. Baju polkadot warna-warni dan rambut yang dikepang dua serta tas koper besar disandingnya. Sebuah kesan yang menyimpulkan bahwa dia akan pergi untuk waktu yang lama.

Orang tua Surti tampak muram melihat kedatangan Tejo. Mereka mencoba memakluminya, karena besok Tejo sudah tidak akan berhubungan lagi dengan anaknya. Suasana menjadi haru biru ketika Surti berpamitan kepada keluarganya. Ibu dan keempat adiknya menangis melepaskan Surti. 

Suasana menjadi sangat hening disepanjang perjalanan. Tak ada yang mau memulai percakapan. Dibalik helm fullfacenya, Tejo mencoba menahan sedihnya. Tak terelakkan hingga tak terasa bagian dalam helm menjadi basah semua. Surti dan Tejo tak sanggup untuk mengucapkan kata berpisah. Hanya tangis dan kesunyian yang menemani sepanjang perjalanan. Yang Tejo rasakan bahwa kali ini Surti menggenggam erat pinggang Tejo, rasa yang mengisaratkan bahwa Surti pun tak ingin berpisah dari Tejo.

Sesampainya di Bandara, Tejo mengantarkan Surti hingga depan pintu gerbang. Suasana masih saja sunyi, hanya tatapan mata dan kesedihan yang terpancar dari keduanya. 

Tidak ada perpisahan, tanpa tau akhir ceritanya…

Senin, 13 Agustus 2012

diary neng : Kisah Sabtu Malam


Dua tahun setelah kisah sedih di tengah sawah. Jatuh bangun Neng coba ikhlas, toh hidup tetap harus dijalankan. Neng sekarang sudah jadi mahasiswi akademi kebidanan. Tekad Neng bulat sempurna, Neng harus jadi orang yang berguna di desa. Nah, pekerjaan apalagi yang lebih mulia dari membantu seorang ibu berjuang antara hidup dan mati melahirkan calon pemimpin bangsa? Amin.

Neng yang sekarang memang beda. Hampir semua orang yang kenal merasakan perubahan sikap Neng. Neng sendiri tidak dapat menjelaskan kenapa. Hmm… yang Neng tau, airmata membuat orang bisa melihat lebih jelas, dan hati yang luka tidak akan menjadikannya orang yang sama lagi. 

Selama dua tahun, susah payah Bang Jun, pemuda betawi blasteran arab, mendekati Neng. Sudah seratus enam puluh enam kali Abang bilang cinta ke Neng. Sore itui Abang mencoba untuk yang ke seratus enam puluh tujuh kali.

Abang     : Neng, Abang serius nih cinta ama Neng. Napa sih Neng kagak pernah jawab. Neng cinta kagak ama Abang?

Neng      : …..*senyum

Abang    : Abang kan udah buktiin banyak. Neng minta apaan aja pasti Abang turutin. Asal jangan minta Abang nyubit Ade Rai aja. Abang geli geli gimanaaa gitu.

Neng      : ……*tertawa

Abang emang lucu. Selalu menghibur. Sejujurnya, Abang memegang peranan penting dalam mengembalikan semangat Neng.

Abang     : Abang cinta mati nih Neng. Neng satu-satunya cewek yang udah bikin Abang klepek-klepek kayak gini.

Neng      : ….*senyum lagi

Abang     : Neng jangan tinggallin Abang ya. Abang bakal bunuh diri kalo sampe Neng ninggalin Abang.

Neng      : ….*speechless

Abang     : Abang cintaaaaaa ama Neng...! Wooyyy semua orang, dengerin nih ye. Aye, Junaedi bin Su’eb, cinta mati ama Neeeng..!!

Neng      : …… *ngeloyor pura-pura gak kenal

Begitulah. Hati Neng mulai terbuka. Tiga hari kemudian Neng menerima pernyataan cinta Abang yang ke seratus enam puluh delapan. Abang memang pandai dan lucu. Sejak itu hari-hari Neng terasa ceria dekat Abang. Neng tau, sudah saatnya mulai percaya. Pasti ada orang yang benar-benar mencintai Neng dengan tulus. Dan Neng yakin, orang itu adalah Abang.
Abang selalu jadi orang pertama tempat curhat Neng. Tangis dan tawa selalu Neng bagi ke Abang. Neng semakin mencintai Abang. Semua memang ada waktunya. Neng bakal jadi bidan, dan ada Abang yang selalu disamping Neng. 

Sabtu ini tepat setahun Neng jadian ama Abang. Abang janji ajak Neng nonton DVD sewaan bareng. Ambu dan Abah senyum-senyum liat Neng sibuk bebenah dan nyiapin kue kecil di ruang keluarga. Jam tujuh malam, Abang datang menyerahkan tiga DVD. Waaahhh bakal begadang nih nontonnya. 

Neng        : nonton yang mana dulu nih Bang?

Abang      : terserah Neng aja. Ada jet lee, ada Shahruk khan, ada pilem Indonesia juga tuh.

Neng        : yang Jet lee aja dulu ya Bang. Biar seru.

Abang      : boleh Neng cakeep.......

Sambil tersipu Neng buka tempat DVD cepat-cepat. Selembar amplop pink melayang jatuh begitu kotaknya terbuka. Aahhh… Abang romantis banget sih. Pake bikin surat warna pink segala.

Abang      : …… itu…

Neng        : makasih ya Bang. Neng seneng banget. Neng baca ya, Bang

Abang      : ……tapi...

“ Jangan sedih dong, dek. Abang jadi ikutan sedih kalo Adek sedih. Abang mau jadi orang yang selalu disamping Adek kalo Adek lagi sedih. Abang cinta banget ama Adek. Yang kemarin itu Cuma salah paham aja. Bales ya surat Abang ini. Sabtu depan kita nonton yuk..
Penuh cinta, Bang Jun.”

Sekali lagi, air mata Neng menitik. Sekali lagi, hati Neng terluka. Sekali lagi, kata cinta kehilangan makna.



Rabu, 01 Agustus 2012

Sembilan Pelangi (6)

Pasar Ulat, sebagian orang jakarta mengenalnya sebagai pasar murah karena banyak barang2 eks import dan black market ada disini, sebagian juga mengenal sebagai daerah hitam karena hampir selalu menjadi sarang transaksi dan berkumpulnya pengedar.

Siang hari semakin ramai, sesak, penuh, ricuh dengan para penjual dan pembeli. Sulit membedakan mana penjual ataupun preman. Hampir dua jam Ilang dan Ambil menunggu diwarteg tetapi belum ada hasil.

Ambil sibuk mengutak atik handycam, sedang Ilang tak pernah melepaskan matanya dari lorong itu.
"ah, kamu tunggu aja disini ya Bill, aku mau cari info dulu" bisik Ilang.

Ilang mulai berjalan layaknya seorang pembeli yang memilih barang, didatangi setiap penjual hingga semakin dekat dengan mulut lorong gang. Dan berhenti didepan tukang gorengan tepat bersebrangan dengan lorong.

Kelihaian Ilang dalam berbaur, keluwesan dalam bertanya hingga tidak ada yang menaruh curiga padanya. Bercanda dengan penjual gorengan sambil sesekali mencoba memasak sendiri.

Hp Ilang bergetar, sambil mengintip sebentar, sms dari Dinda sahabat Ilang "Segera ke kantor, harap cepat, atau kamu akan menyesal seumur hidupmu", pesan yg singkat dan aneh, membuatnya penasaran,

"Ada apa ya?, Dinda gak pernah bercanda, ini pasti serius", pikir Ilang.

Ilang lalu bergegas menghampiri Ambil, “ Matiin semua. Targetnya batal. Kita pulang aja sekarang. Besok lo datang lagi jam sepuluh buat interview.” Katanya Ilang.

“ Cepetan. Lo mau numpang lagi gak?” seru Ilang

Ambil langsung menolak tawaran dengan ekspresi ketakutan.

Ilang langsung menghubungi Dinda,
"Ada apa say?"
"Pelangiku, buruan dech kamu kekantor, its very important to you, i have bad news, please quickly and try to drive carefully yah" jawab Dinda resah.

Mata Ilang kembali melihat kearah lorong itu. Berat rasanya kehilangan target yang selama ini ditunggu, tapi keresahan Dinda membuatnya khawatir bahwa ada sesuatu yg penting tengah terjadi dikantor. Ilang menghubungi informannya untuk terus membututi targetnya,

"Tenang aja, nanti gw transfer ok, thanks ya", jawab Ilang melalui Hpnya.
Ilang lalu bergegas pergi setelah berganti baju.

***
Suasana kantor serasa berubah, tidak seperti biasanya, semua mata tengah melihat kearah tv besar ditengah ruang. channel di TV sedang memberitakan sebuah berita kecelakaan tragis di jalan tol. Tak ada yg memperhatikan aku masuk ruangan. Kulihat Dinda duduk dipojok ruangan menantiku.

"ada apa? Knp kamu menangis?" Tanya Ilang
"Pelangiku, kamu harus kuat yah, aku tau kamu mencintai Ardi, dia barusan kecelakaan ditol, mobilnya ditabrak tronton" kata Dinda.

Mendengar berita itu membuat jantungku berhenti, masih ingat benar pagi ini Ardi tersenyum manis kepadaku sambil tergesah2 menempelkan pos-it dilemariku. Dada ini terasa sakit seperti aku telah kehilangan separuh hatiku. Tak terasa jatuh air mata ini tak bisa kubendung. Hanya Dinda yang tau bagaimana sayangku pada Ardi.

"Lalu gimana nasibnya?" isak Ilang.
"Dia sekarang ada di Rumah Sakit Pluit, kami berencana untuk kesana sore ini juga, kamu mau ikut kan, sayang? "kata Dinda,

lalu Ilang menganguk sambil memeluk Dinda erat-erat. Dinda sudah seperti kakak buat Ilang. Dia selalu menjadi tempat curhat buat Ilang. Dinda adalah senior yang pertama kali dikenalnya waktu pertama kerja distasiun tivi ini.

Air mata Ilang tidak henti2nya mengalir, sesekali diusapnya karna tak seorang pun teman kantor yang tau perasaannya selain Dinda. Tangannya memeluk erat bahu Dinda. Hanya usapan tangan Dinda yang bisa menenangkan hati Ilang. Sepanjang perjalanan Ilang berusaha untuk mengenang Ardi.

***

Pertama kali kenal Ardi waktu naik bis menuju kantor untuk interview. Posisi Ilang yang berdiri karena sudah gak kebagian kursi. Saat itu seorang cowok yg lagi asik dengan headphonenya tiba-tiba berdiri menawarkan kursinya,

"silahkan bu kalo mau duduk" katanya,

sontak Ilang langsung menjawab "terima kasih",

baru hendak duduk tiba2 pundaknya ditepuk, "hei cantik, saya gak nawarin kamu, kursi ini buat ibu hamil dibelakang kamu" kata sicowok.

Ilang langsung mendadak malu, egoisnya melupakan sejenak bahwa ternyata dibelakangnya sedari tadi ada ibu hamil tua,

"maaf ya bu, saya gak lihat ada ibu, tadi saya pikir dia nawarin saya, silahkan bu"

Cowok yang menurut Ilang sok keren itu coba meledek Ilang,
"mau kemana tante?"
Ilang coba tidak mempedulikan, "duh, cantik2 kok sombong banget sih" goda si cowok,
"Tau ah, jangan sok akrab yah sama gw!, sok kegantengan lo", kata Ilang ketus.

Sampai ditempat pemberhentian sicowok terus membututi Ilang. Ilang tersadar bahwa dirinya diikuti terus dari belakang, sampai akhirnya "Hei, lo mau nyopet ya? Ngapai ikutin gw?", tanya sadis.

"Kalo emang mau nyopet kenapa?", jawab sicowok sambil senyam senyum

Ilang semakin emosi, dia mempercepat langkahnya sampai didepan kantor yang dituju lalu teriak "Pak Satpam, tolong saya, ada yang mau nyopet tuh, dari tadi ikutin saya mulu", sambil menunjuk kearah si cowok.

"yang mana orangnya?", tanya satpam

"itu tuh, yang pake headphone dikepala" kata Ilang.

Sicowok akhirnya mendekati satpam dengan santainya.

"Pagi mas Ardi", kata satpam

Mata Ilang langsung kaget, kok bisa kenal ya?

"Ada apa pak?" Tanya Ardi

"ini mas, mbaknya ini ngirain mas Ardi tuh copet", kata satpam sambil tertawa

"yah, benar, saya memang copet, tapi yang mau saya copet bukan dompetnya, tapi hatinya" , jawab Ardi sambil meledek

***
Langit jingga, sinar keemasannya sedikit menyilaukan, terbenamnya matahari mengiringi perjalanan menuju rumah sakit.

Ilang masih bersandar dibahu Dinda, matanya kosong, pikirannya selalu tertuju pada Ardi. Sesekali air matanya mengalir dari sudut matanya.

Aroma rumah sakit terasa kental ketika crew redaksi mendekati ruangan bertuliskan UGD. Wajah-wajah murung dan duka memenuhi sudut ruang.

"Kami turut prihatin mendengar kabar Ardi, bagaimana dia, Bu?", tanya Pak Edy. Pak Edy adalah manager kami.

"Masih kritis, terima kasih kedatangannya" jawab tante Lina. Sosok wanita tegar ibunda Ardi yg tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Sapu tangan yg selalu digenggamnya selalu digunakan untuk menghapus air matanya.

Sudah hampir 3 jam keluarga Ardi menunggu cemas. Ilang coba mendekati tante Lina.
"Tante, saya Pelangi.."ucap Ilang. Lalu wanita setengah baya itu memeluk Ilang dengan erat, seraya mereka telah mengenal satu sama lain. Lalu tante Lina menarik tangan Ilang lalu memperkenalkan "Ini Silvia, adiknya Ardi", "panggil aja Silvy" jawabnya. Seorang gadis remaja berumur belasan.

Silvy tak kuasa menangis, dia coba memeluk Ilang erat seperti memeluk seorang kakak. "Mas Ardi suka sekali membicarakan tentang kak Pelangi" kata Silvy.

Ilang merasa kaget, bahwa dirinya begitu diterima dengan hangat oleh keluarga Ardi. Ilang semakin bersedih mengingat apa yg telah dilakukannya terhadap Ardi.

***

Dua hari yang lalu dikantor. "Kue Pelangi!!, minggu depan mau gak nemenin gw jalan", tanya Ardi.

"Ngapain??", tanya Ilang semangat

"gw butuh ojek nih, buat nganter gw ke kondangan", Ardi sambil cengengesan

"Sialan, lo.. Emangnya gw supir lo, lo berani bayar berapa?", tantang Ilang.

"Mau gak??, sekalian kita kencan", kata Ardi sambil meledek

"Sial lo, siapa juga yg mau sama lo?", jawab Ilang kesal sambil memeletkan lidahnya keluar "weeks"

***

"Pelangiku!!", Dinda berusaha membangunkan lamunan Ilang. "Kami mau pulang, kamu mau ikut gak?"tanya Dinda.

"eh, hmm.. Aku pulang nanti saja, aku masih mau disini", kata Ilang.

Ilang masih menunggu kabar dokter soal kondisi Ardi. Dia berusaha menenangkan hati Silvy. Ardi dan Silvy sangat dekat, Ardi sangat menyayangi adiknya Silvy, mereka selalu terbuka kl sedang curhat2an.
Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, akhirnya dokterpun keluar.

"Gimana dok, kondisi anak saya?", tanya tante Lina

"Masa kritisnya sudah lewat, tetapi dia masih keadaan koma, dia akan dipindahkan ke ICU", jelas dokter.

Tepat pukul 1 malam, akhirnya dokter boleh mengizinkan kami ke ICU. Dengan seragam khusus tante Lina masuk keruangan, lalu bergantian dengan Silvy. Ekspresi Ilang terlihat cemas, kecemasan karena takut kehilangan kontrol diri.

Hingga tiba giliran Ilang memasuki ruangan. Suasana ruang ICU begitu sepi, hanya terdengar suara mesin2 penyambung hidup saja yg terdengar. Detik jam dinding sampai terdengar jelas ditelinga. Ilang memasuki ruangan dengan napas berat, berusaha menahan diri untuk selalu bisa tenang.

Badan Ilang mendadak gemetar melihat mesin yang tersambung dibadan Ardi. Selang dan kabel sebagai penyangga hidup terhubung ke monitor pengawas. Tubuh penuh balutan terbungkus tertutupi selimut. Wajah yang tertidur tenang diantara hidup dan mati.

"Ardi, ini aku, kue pelangimu..", sambil menggenggam lembut tangan Ardi.

"Kamu sedang apa disana?" Tanya Ilang terisak isak

"Cepat kembali ya, kami mencemaskanmu. Aku mau kok jadi ojegmu, aku antar kemana aja kamu suka. Maafkan aku jika selama ini tak jujur padamu, aku juga sayang kamu"

*** (Suatu waktu)

"Kue Pelangi!!" Panggil Ardi kepada Ilang
 
"Apaaa.. Mau usil lagi?", jawab Ilang sinis

"Sini deh, aku minta tolong dong, kamu kan pinter matematika, bisa selesaikan soal ini gak?", Ardi memberikan selembar pos-it kuning dengan soal matematika diatasnya.

"Buat apaan??" Tanya Ilang

"Silvy, adikku tadi sms tanya PRnya" jelas Ardi

"Sinih, tapi jawabannya nanti ya, kl lagi gak sibuk" kata Ilang



Ilang mulai melirik secarik pos- It tadi. Dia coba memikirkan solusinya. "Hmm, pengakaran angka yg aneh dengan fungsi eksponensial, gimana yah??"gumam Ilang

"coba aku browse dulu, siapa tau ada pemecahannya" pikir Ilang
Hampir 3 jam Ilang dibuat penasaran dengan soal ini

"Gimana, bisa?" Tiba tiba Ardi sudah didepan mejanya

"wah sulit, aku gak paham soalnya, coba tanya yg lain aja" jawab Ilang

"sebenarnya tidak sulit kok, aku baru saja menyelesaikannya" kata Ardi
"bagaimana bisa?", tanya Ilang penasaran

"lihat ini", Ardi mengambil sepotong post-it lainnya lalu menutup sebagian soal tadi.

"selesai", kata Ardi sambil tersenyum manis



"ah sial kamu, usilll aja, pergi sanah, sudah ganggu waktuku saja" jawab Ilang dengan muka memerah


***
“Mbak Pelangi, baiknya istirahat dulu sana, besok kan kamu bekerja” kata tante Lina

Ilang melihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 3 pagi.

“hmm, saya tidur disini saja, menemani Silvy, tan, tanggung sebentar lagi pagi” jawab Ilang

Tante Lina melihat kasihan kepada Ilang, “Terima kasih ya, kamu baik sekali”, lalu mengusap kening Ilang dengan hangat.

Tante Lina kembali kedalam ruang ICU, sedangkan Silvy tertidur pulas dipangkuan Ilang. Ruang tunggu penuh dengan hawa berharap, penuh doa. Suasana ruang tunggu mengingatkan Ilang kapan terakhir dia berdoa kepadaNYA. Ilang masih ingat benar terakhir dia berdoa, waktu ayahnya meninggal.

Ilang lalu berdoa, lagi-lagi air matanya mengalir, badannya kembali gemetar. Dia coba menahan suara, enggan mengganggu keluarga pasien yang lainnya. Sambil memejamkan matanya hingga akhirnya tertidur.

Jumat, 20 Juli 2012

kebosanan..


Kenapa dengan si Putri?? Mulai sakit jiwa?? Heh… mudah2an tidak menulari saya

Bosan ? Pasti pernah merasa bosan khan ? Sebenernya bosan itu apa sih dan bagaimana rasanya ? Sebenernya juga saya ga perlu menjelaskan tentang apa definisi dari bosan. Tentu akan sangat membosankan kalau saya menjelaskan apa itu bosan, bagaimana rasanya bosan. Karena setiap orang sudah mengenal siapa itu bosan. Eh salah, Apa itu bosan yang bener. Nah kan sudah mulai bosan, saya harap belum..

Bosan, buat saya itu relative, Bilakah suatu kegiatan dikatakan bosan?? bosan biasa ditimbulkan karena suatu rutinitas yang sama, monoton, dan tidak menarik. Kebosanan bisa timbul pada setiap orang, sekalipun itu saya, tapi apakah kebosanan bisa direncanakan?? (pertanyaan aneh? Saya berencana bulan depan akan bosan dengan pekerjaan ini..)

Bagaimana kebosanan suatu hubungan terjadi?? Terjadi ketika salah satu orang merasa sudah tidak tertarik, mulai banyak mengeluh, mulai banyak menghindar.. benarkah??

Seberapa cepat kita bosan?? Jika suatu hubungan didapat dengan cara cepat, maka secepat itu pula kita bosan, tetapi jika hubungan didapat melalui proses yang panjang.. apakah sama cepatnya dengan sebelumnya?

I think, jika kita bisa memprediksikan kapan kita mulai bosan, pada saat itu pula sebenarnya kita sudah mulai bosan, karena kita sudah bisa membatasi kapan kita mulai tidak tertarik lagi.

Sabtu, 07 Juli 2012

Sembilan Pelangi (4)

"sudah cuci mukanya?"
orang ini bikin moodku makin gak bagus hari ini

Cring.. Cring.. Whatupku berbunyi, sebuah pesan dari informanku yg sdh kutunggu dari kemarin.

"Kamu bisa pakai ini kan?", kukeluarkan handycam kecil dan pen cam lalu kuletakkan dimeja.

"ikut aku!, interviewnya sambil jalan aja" jaket jeans dan tas punggung langsung kusambar segera.

Motor Rx King tahun 83, sistem 2 tak, silinder 132cc, dengan stang cobra original, setia menantiku diparkiran. Satu2nya peninggalan bapakku, dan gak akan kubiarkan orang lain membawanya, meskipun ku harus memboncengin seorang lelaki

"Kenapa bengong?", "gak pernah lihat cewek bawa motor?" Si Kubil menatapku aneh,

"Ayo naik!, awas jangan macem2" perintahku

Penantian yang telah lama kutunggu,kini ada setitik harapan, orang yang selama ini kucari akhirnya muncul juga, asa yang hampir putus bisa tersambung kembali, semua upaya dan tenaga telah kukumpulkan untuk moment ini, tidak boleh sampai kehilangan lagi.

Bundaku masih saja menangis tiap kali mengingat adik perempuanku. Adik bungsuku telah diculik sepuluh tahun yang lalu, saat usianya masih umur 7 tahun. Selama itu pula seluruh keluargaku mencari informasi keberadaannya. Sebuah jaringan penculik anak yang kami buntuti ternyata bukan sebuah kelompok kecil saja. Orang ini yg menurut info adalah "sang pemetik" adikku, yg hilang kabarnya entah kemana. Hari ini dia muncul kembali, takkan kulepaskan!.

Tiba tiba, "Hei, cewek stress!!, kalo mau mati jgn ngajak gw ya", triak Kubil. Emosiku menegang hingga tak terasa motorku berlari 120 km/jam. Rasa marahku membuat lupa segalanya, yg ada diotakku cuma segera sampai dan menemukan kejelasan dimana adikku berada.

"ah cerewet bener si kubil ini, baru gini aja udah berisik banget"

Sibuknya lalu lintas kota kutembus bersama kuda besiku, kecang tapi tetap memperhatikan ketertiban. Ciiittttt.. Ciiitt.. Decit rem ban motor berbunyi, perlahan kulaju sambil kuperhatikan situasi disini. PASAR ULAT, sebuah plang dimana kuparkirkan motorku dibawahnya.

"Bil, tunggu sebentar disini", kutinggalkan dia sebentar, mukanya sudah pucat seturun dia dari motorku. "seragamku ini akan menarik perhatian banyak orang, baiknya aku ganti baju terlebih dahulu".

Celana pendek jeans belel, kaos buluk bekas kampanye punya bapakku dulu, sendal jepit dan topi, seperangkat peralatan yang biasa kupakai setiap meliput investigasi.

"ayo, ikut gw!", kutepuk pundak si Kubil, dia menganga melihat penampilanku, "hei, lo tuh bener ya, mirip banget anak ilang", kata Kubil, itu artinya samaranku berhasil.

***
"dimana dia?", tanyaku pada informanku

"Disana..", sambil menunjukkan jarinya kesebuah lorong dimana terlihat banyak preman berdiri didepannya.

"jangan kesana, mending loe tunggu disini aja!" Kata dia, aku makin geram, orang yang kucari sudah ada didepan hidungku, tapi aku blm bisa mendekatinya.

Kulihat muka si Kubil masih saja kebingungan, aku tertawa geli, "hei Kubil, yuk kita makan dulu, disana ada warteg"

"Ambil, nama gue Ambil", teriak si kubil

"yah, terserah, mau Ambil, Kubil, Upil, apapun itu, gw laper nih, yuk kita makan" kataku

Sebuah rumah makan bertuliskan Warteg Bu Minah, dindingnya terbuat dari triplek yang dicat biru telor asin. Lemari etalase kaca yang berisikan macam2 sajian masakan, layaknya sebuah ipad dengan layar sentuhnya, setiap pelanggan memilih makanan dengan cara "touchscreen", lalu keluarlah makanan yg ditunjuk tadi.

Ambil dari tadi kebingungan, menanyakan setiap nama makanan, "bu ini apaan?? Kalo yang itu apa??, ini dari apa?, ini rasanya apa??, cerewet untuk ukuran pria, seperti orang yang baru pertama makan di warteg.

Mataku gak bisa lepas menatap kearah lorong gank itu, "kita nunggu siapa??" Ambil mencoba memecah keheningan. Mataku berbalik kearahnya "targetku,.. Ntar kalo gw kasih kode loe langsung ambil gambar ya", sebuah handycam dan tas berlubang untuk menyembunyikannya diserahkan ke Ambil, "loe jangan terlalu deket ambilnya, kasih jarak pokoknya, keep natural ok, blended ya!"

Suasana kembali sunyi, Laras coba menahan ketawa melihat ekspresi Ambil yang sibuk memilah2 makanan. Hampir semua makanan disingkirkan dipojokan piring, hanya ayam goreng saja yang bisa dia telan, dasar orang kota.

"sebelumnya loe kerja dimana Bill?", pertanyaan interview dikeluarkan untuk mengisi kekosongan.

"hmm.. Diproduction house, asistant cameramen", jawab Ambil

Jumat, 06 Juli 2012

Sembilan Pelangi (3)


Dua jam sebelumnya, Rumah Ambil.

Aku mematut diri di kaca. Kegiatan yang telah aku lakukan bolak-balik satu jam yang lalu. Mungkin inilah rekor terlama aku bercermin. Selama ini biasanya aku memakai dasi, celana panjang, dan sepatu  di mobil, itupun kalau aku sudah parkir di VIP parking khusus mobilku. 

Ada yang salah dengan kemeja kotak-kotak dan jeans belel ini. rasanya keringat tidak berhenti mengalir dipunggungku, lengket sekali. Lima belas menit aku habiskan untuk memutuskan harus pakai sepatu kets atau sepatu kulit Gino Mariani kesayanganku. Dan setelah aku merasa hampir pingsan melihat bayanganku di kaca, aku buru-buru keluar kamar.

Yang pertama melongo melihat penampilanku tentu saja si Adara, adik perempuanku yang luar biasa ajaib. Cewek langsing itu hobinya bergerak. Kegiatannya saat ini sebenarnya hanya membuat roti panggang dan jus tomat untuk sarapan. Tapi dia memilih untuk melakukannya sambil berjingkat, melompat, melenggok kanan kiri, bergeal-geol. Sesekali kakinya menendang tinggi ke udara bagai balerina mabuk. Tepat saat dia minum jus tomat sambil akrobat itulah dia melihatku keluar kamar. Kedua tangan dan kaki kirinya seperti berhenti di udara.

“ Wooi, Bro Bil. Kesambet apaan? Kostum apaan tuh?” Tanyanya curiga

Aku diam saja. Adik-adikku memang cukup kejam mencari panggilan untukku. Ada yang panggil bro Bil, mas Am, atau kombinasi keduanya.

“ Ada panggilan interview.” Jawabku santai.

“ Hah? Becanda ya? Gak ngantor? Lo di interpiu majalah mana lagi? Emang dress code interpiunya harus kaya gembel gitu?” Adara masih terus bertanya. Bawel.

“ Bosen ama kantor. Gue berangkat ya.”

“ Mas Aaammm… gak bawa mobil?”

“Kagak. Gue mau naik bis. Nanti pamitin sama Mom, gue takut telat nih.”

Bi Surti nongol dari dapur. Dia orang kedua yang melongo liat kostumku. 

“ Ealaah Den Ambil.. Itu kets kan sering digigit si burik. Tuh liat jempolnya hampir bolong. Mbok ya ganti sepatu yang lain.”

Aku senyum saja sambil bersiul. Ku lihat Mang Kasim sibuk menyiram pohonan di taman.

“Pinjem topinya bentar ya, Mang. Panas di luar.” Hup, topi kumel Mang Kasim pun berpindah ke kepalaku. 

Aku melangkah ringan. Meninggalkan Adara, Bi Surti, dan Mang Kasim yang bengong kaya abis liat jin.
******

Stasiun TV Ceria,09.40 WIB

“Pagi mba, saya ditelpon pak Ardi untuk interview jam sepuluh.” Kataku ke mba resepsionis.

“ Ooo iya. Sudah ditunggu. Silahkan langsung ke lantai empat. Pak Ardi kebetulan tidak bisa menemui. Nanti digantikan oleh iii… eeeh.. bu Laras.”  Katanya sambil cekikikan centil.

Kulirik lift di ujung ruangan. Angkanya masih menunjukkan angka 2 menuju keatas. Lift yang lain sepertinya sama saja lamanya. Tanggunglah udah keringetan di bis. Sekalian olah raga, pikirku. Empat lantai kan tidak banyak, pakai tangga saja.

****
Lantai 4. Tulisan super besar menamai lantai ini : LANTAI KREATIF. 

Baru sekali ini aku lihat ruang kerja riuh begini. Sepertinya semua orang dan semua mesin bersuara. Bunyi telpon, mesin fax, fotokopi, televisi, semua.

“ Si Afghan gak bisa datang jam 4. Plan B. Hubungi Sule sekarang, siapin script B!”

 “ Wooii… Gandain script Bukan Empat Hidung, bos Tumpul minta dikirimin sepuluh menit lagi!”

“ Menejemen Syahrintul kirim fax nih. Doi gak mau pake gaun yang pink. Minta diganti yang ijo telor asin aja. Jangan lupa selendang kuning sama riasan jambulnya harus oke. Lindaaaa… lo yang in charge kan? Nih fax nya lo baca baek-baek!”

“ Tim gosip In Shirt. Ruang meeting setengah jam lagi!”

Kriiinngg… ngiinngg… bzzz… semua berbunyi.
Aku bingung harus nanya ke siapa. Yang mana bu Laras?
****
Sepuluh menit kemudian aku menemukan diriku sedang tertawa geli. Nama kok Kue Pelangi. Thanks God masih ada orang tua yang kurang waras ngasih nama anak selain Mom dan Dad.

“ Cari siapa?” Tanyanya galak. Pasti dia tersinggung aku ketawain. Ahh biar aja, salah sendiri punya nama aneh begitu.

“Gue kemarin ditelepon Ardi, katanya mau interview..” Aku jelasin, sambil setengah mati ngerem tawaku. “ Kata si mbak di bawah gue harus nemuin Bu Laras.”

“ Gue Bu Laras. Lo bisa masuk kesini setengah jam lagi kalo ketawa lo udah ilang.”  Katanya ketus. “ Di pojok kiri situ ada toilet. Cuci dulu muka lo sana. Lo kemari naik truk pasir ya?!”

Gila.. galak bener tu cewek. Gue, Sembilan Nyawa S.Kom, M. Econ;  Director of Investment Planning and Risk Management PT Energy Nations; the youngest director dalam sejarah itu perusahaan; cowok muda berbakat yang gantengnya gak tanggung-tanggung, baru aja dibilang naik truk pasir..! Lagian tadi dia bilang namanya Kue Pelangi. Sekarang ngaku-ngaku jadi Bu Laras. Orang-orang disini kayanya terlalu banyak bergaul sama artis nih!









Kamis, 05 Juli 2012

Dilema Galih

Tak bedanya Galih dengan pria lainnya, tampil cuek untuk urusan penampilannya. Wajahnya biasa-biasa saja, tidak terlalu tampan untuk pantaran orang kota, tidak pintar juga karna hanya lulusan universitas swasta yang tidak cukup ternama. Rambutnya yg klimis udik dengan wajah jawa eksotik. Tidak pernah terlalu berharap jatuh cinta dengan gadis secantik Ratna.
Ratna memang sosok yang pantas diidolakan, cantik, pintar dan juga ramah. Galih mungkin tidak pernah masuk kriterianya, berharap kenalpun mungkin tidak.
Awal pertemuannya dikarenakan arah pulang yang sama. Saling cuek sudah menjadi biasa, sekedar basa basi saja karna mereka satu kantor.
Betul kata pepatah jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Ratna hanya menjadi fantasi buat Galih, tidak berharap lebih. Bisa berdekatan dengan Ratna merupakan sensasi yg luar biasa.
Banyak pria tampan yang jatuh hati padanya, berat buat Galih untuk bersaing dgn yg lainnya.
Tidak ada keistimewaan dari Galih yg bisa dipamerkan. Melayani dan menuruti permintaan Ratna adalah salah satu cara bagi Galih agar bisa berdekatan dengannya.
Dimata Galih, Ratna adalah mahluk sempurna yg telah mengalihkan dunianya. Dihadapan Ratna, Galih selalu kehilangan kontrol diri, mendadak gagap, keringat dingin dan lemas.
Saat bahagia bagi Galih ketika Ratna pertama kalinya mengajak pulang bersama. Tidak ada yang spesial memang, tapi jika itu diucapkan dari bibir Ratna menjadi terasa berbeda.
Beberapa kali Galih mencoba sms ke Ratna, perlu keberanian besar untuk menekan tombol kirim pada handphonenya. Besar harapan bagi Galih untuk mendapat jawaban dari Ratna, tp yang ada hanya sebatas harapan. Galih merasa maklum setelah menimbang siapa dirinya.
Mendapat satu senyuman Ratna sudah cukup menjalani indahnya hari, meskipun berharap lebih.
Galih juga manusia biasa, yang punya hasrat. Galih bukan seperti Fahri dalam AAC yg mampu menjaga keimanannya. Hal inilah yang suatu kali membuat Ratna marah karna Galih berusaha menyentuhnya.
Galih pun sadar saat itu bahwa tak ada sedikit pun nama Galih dihatinya.
Ratna maafkan Galih ya..

Senin, 02 Juli 2012

diary neng : Kisah Minggu Siang

 


Minggu siang di saung tengah sawah yang hampir menguning. Neng duduk bareng Akang menikmati singkong rebus panas. Di cocol gula merah cair. Minumnya teh pahit hangat. Suara air yang mengairi sawah jadi latarnya. Neng yakin surga tidak jauh beda dengan indahnya saat ini.

Sesekali Neng melirik malu ke si Akang. Tubuhnya yang bertelanjang dada agak gelap kena terik surya setiap hari terlihat gagah. Beberapa butir peluh masih mengalir di keningnya. Kakinya belepotan lumpur. Aiihhh… machonya si Akang.. 

Mendadak si Akang menoleh ke Neng. Idiihh Neng jadi malu ketauan lagi merhatiin Akang. Pipi Neng terasa memanas. 

“Neng..”

“Iya, Kang..”

“ Akang sayang sama Neng.”

“…. Iya Kang.”

“ Sayaaanng sekali.”

“….. sama atuh Kang...”

“Akang cinta pisan ke Neng. Cinta Akang teh daleemmm banget ke neng”

Si Neng makin tersipu. Aahh.. si Akang paling bisa bikin Neng speechless. Kalo udah kaya gitu Neng harus ngomong apa coba?

“ Akang mau nikah abis lebaran, Neng.”

“Iihh si Akang mendadak pisan. Neng belum siap atuh.”

“ Tapi Neng....”

“ Neng kan masih sekolah Kang. Ama abah juga belum diijinin. Akang tunggu aja sampe Neng lulus yah. Setaun lagiii aja. Neng janji deh gak akan nolak kalo Akang minta lagi taun depan.”

“ Dengerin Akang dulu…”

 “ Iya Neng ngerti Ambu ama Abah Akang udah pingin punya cucu. Akang kasih tau aja dulu tunggu setaun lagi yaa..”

“Akang mau nikah abis lebaran... tapi…”

“Ahh Akang.. nanti sekolah Neng gimana? Masa nanti Neng ujian sambil gendong bayi. Sebenernya sih Abah maunya Neng kuliah dulu, abis itu kerja deh. Jadi guru atau perawat di puskesmas gitu, Kang. Tapi kalo Neng lulus terus nikah dulu mungkin udah diijinin deh kang..”

Si Akang menatap Neng dalam-dalam. 

“Dengerin akang dulu. Akang mau nikah abis lebaran. Tapi bukan sama Neng..”

Ooww… Neng senyum lega. Akang emang bener-bener pengertian. Akang emang gak pernah maksa.. Hati Neng melompat gembira. Jadi Neng bisa lulus dulu, kuliah, terus jadi perawat puskesmas berseragam putih. Aduuhhh Neng pasti cantik deh. Neng pingin peluk Akang. Makasih buat pengertian Akang yang begitu besar. Bahagiaaa rasanya.

Tapi eehh… bukan sama Neng? Jadi sama siapa?

“Maapin Akang ya, Neng. Akang udah ngecewain Neng. Tapi Akang akan mencintai Neng selamanya.”

Air mata Neng langsung mengalir tanpa bisa dicegah. Perih.. sakit.