Sabtu, 07 Juli 2012

Sembilan Pelangi (4)

"sudah cuci mukanya?"
orang ini bikin moodku makin gak bagus hari ini

Cring.. Cring.. Whatupku berbunyi, sebuah pesan dari informanku yg sdh kutunggu dari kemarin.

"Kamu bisa pakai ini kan?", kukeluarkan handycam kecil dan pen cam lalu kuletakkan dimeja.

"ikut aku!, interviewnya sambil jalan aja" jaket jeans dan tas punggung langsung kusambar segera.

Motor Rx King tahun 83, sistem 2 tak, silinder 132cc, dengan stang cobra original, setia menantiku diparkiran. Satu2nya peninggalan bapakku, dan gak akan kubiarkan orang lain membawanya, meskipun ku harus memboncengin seorang lelaki

"Kenapa bengong?", "gak pernah lihat cewek bawa motor?" Si Kubil menatapku aneh,

"Ayo naik!, awas jangan macem2" perintahku

Penantian yang telah lama kutunggu,kini ada setitik harapan, orang yang selama ini kucari akhirnya muncul juga, asa yang hampir putus bisa tersambung kembali, semua upaya dan tenaga telah kukumpulkan untuk moment ini, tidak boleh sampai kehilangan lagi.

Bundaku masih saja menangis tiap kali mengingat adik perempuanku. Adik bungsuku telah diculik sepuluh tahun yang lalu, saat usianya masih umur 7 tahun. Selama itu pula seluruh keluargaku mencari informasi keberadaannya. Sebuah jaringan penculik anak yang kami buntuti ternyata bukan sebuah kelompok kecil saja. Orang ini yg menurut info adalah "sang pemetik" adikku, yg hilang kabarnya entah kemana. Hari ini dia muncul kembali, takkan kulepaskan!.

Tiba tiba, "Hei, cewek stress!!, kalo mau mati jgn ngajak gw ya", triak Kubil. Emosiku menegang hingga tak terasa motorku berlari 120 km/jam. Rasa marahku membuat lupa segalanya, yg ada diotakku cuma segera sampai dan menemukan kejelasan dimana adikku berada.

"ah cerewet bener si kubil ini, baru gini aja udah berisik banget"

Sibuknya lalu lintas kota kutembus bersama kuda besiku, kecang tapi tetap memperhatikan ketertiban. Ciiittttt.. Ciiitt.. Decit rem ban motor berbunyi, perlahan kulaju sambil kuperhatikan situasi disini. PASAR ULAT, sebuah plang dimana kuparkirkan motorku dibawahnya.

"Bil, tunggu sebentar disini", kutinggalkan dia sebentar, mukanya sudah pucat seturun dia dari motorku. "seragamku ini akan menarik perhatian banyak orang, baiknya aku ganti baju terlebih dahulu".

Celana pendek jeans belel, kaos buluk bekas kampanye punya bapakku dulu, sendal jepit dan topi, seperangkat peralatan yang biasa kupakai setiap meliput investigasi.

"ayo, ikut gw!", kutepuk pundak si Kubil, dia menganga melihat penampilanku, "hei, lo tuh bener ya, mirip banget anak ilang", kata Kubil, itu artinya samaranku berhasil.

***
"dimana dia?", tanyaku pada informanku

"Disana..", sambil menunjukkan jarinya kesebuah lorong dimana terlihat banyak preman berdiri didepannya.

"jangan kesana, mending loe tunggu disini aja!" Kata dia, aku makin geram, orang yang kucari sudah ada didepan hidungku, tapi aku blm bisa mendekatinya.

Kulihat muka si Kubil masih saja kebingungan, aku tertawa geli, "hei Kubil, yuk kita makan dulu, disana ada warteg"

"Ambil, nama gue Ambil", teriak si kubil

"yah, terserah, mau Ambil, Kubil, Upil, apapun itu, gw laper nih, yuk kita makan" kataku

Sebuah rumah makan bertuliskan Warteg Bu Minah, dindingnya terbuat dari triplek yang dicat biru telor asin. Lemari etalase kaca yang berisikan macam2 sajian masakan, layaknya sebuah ipad dengan layar sentuhnya, setiap pelanggan memilih makanan dengan cara "touchscreen", lalu keluarlah makanan yg ditunjuk tadi.

Ambil dari tadi kebingungan, menanyakan setiap nama makanan, "bu ini apaan?? Kalo yang itu apa??, ini dari apa?, ini rasanya apa??, cerewet untuk ukuran pria, seperti orang yang baru pertama makan di warteg.

Mataku gak bisa lepas menatap kearah lorong gank itu, "kita nunggu siapa??" Ambil mencoba memecah keheningan. Mataku berbalik kearahnya "targetku,.. Ntar kalo gw kasih kode loe langsung ambil gambar ya", sebuah handycam dan tas berlubang untuk menyembunyikannya diserahkan ke Ambil, "loe jangan terlalu deket ambilnya, kasih jarak pokoknya, keep natural ok, blended ya!"

Suasana kembali sunyi, Laras coba menahan ketawa melihat ekspresi Ambil yang sibuk memilah2 makanan. Hampir semua makanan disingkirkan dipojokan piring, hanya ayam goreng saja yang bisa dia telan, dasar orang kota.

"sebelumnya loe kerja dimana Bill?", pertanyaan interview dikeluarkan untuk mengisi kekosongan.

"hmm.. Diproduction house, asistant cameramen", jawab Ambil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar