Rabu, 01 Agustus 2012

Sembilan Pelangi (6)

Pasar Ulat, sebagian orang jakarta mengenalnya sebagai pasar murah karena banyak barang2 eks import dan black market ada disini, sebagian juga mengenal sebagai daerah hitam karena hampir selalu menjadi sarang transaksi dan berkumpulnya pengedar.

Siang hari semakin ramai, sesak, penuh, ricuh dengan para penjual dan pembeli. Sulit membedakan mana penjual ataupun preman. Hampir dua jam Ilang dan Ambil menunggu diwarteg tetapi belum ada hasil.

Ambil sibuk mengutak atik handycam, sedang Ilang tak pernah melepaskan matanya dari lorong itu.
"ah, kamu tunggu aja disini ya Bill, aku mau cari info dulu" bisik Ilang.

Ilang mulai berjalan layaknya seorang pembeli yang memilih barang, didatangi setiap penjual hingga semakin dekat dengan mulut lorong gang. Dan berhenti didepan tukang gorengan tepat bersebrangan dengan lorong.

Kelihaian Ilang dalam berbaur, keluwesan dalam bertanya hingga tidak ada yang menaruh curiga padanya. Bercanda dengan penjual gorengan sambil sesekali mencoba memasak sendiri.

Hp Ilang bergetar, sambil mengintip sebentar, sms dari Dinda sahabat Ilang "Segera ke kantor, harap cepat, atau kamu akan menyesal seumur hidupmu", pesan yg singkat dan aneh, membuatnya penasaran,

"Ada apa ya?, Dinda gak pernah bercanda, ini pasti serius", pikir Ilang.

Ilang lalu bergegas menghampiri Ambil, “ Matiin semua. Targetnya batal. Kita pulang aja sekarang. Besok lo datang lagi jam sepuluh buat interview.” Katanya Ilang.

“ Cepetan. Lo mau numpang lagi gak?” seru Ilang

Ambil langsung menolak tawaran dengan ekspresi ketakutan.

Ilang langsung menghubungi Dinda,
"Ada apa say?"
"Pelangiku, buruan dech kamu kekantor, its very important to you, i have bad news, please quickly and try to drive carefully yah" jawab Dinda resah.

Mata Ilang kembali melihat kearah lorong itu. Berat rasanya kehilangan target yang selama ini ditunggu, tapi keresahan Dinda membuatnya khawatir bahwa ada sesuatu yg penting tengah terjadi dikantor. Ilang menghubungi informannya untuk terus membututi targetnya,

"Tenang aja, nanti gw transfer ok, thanks ya", jawab Ilang melalui Hpnya.
Ilang lalu bergegas pergi setelah berganti baju.

***
Suasana kantor serasa berubah, tidak seperti biasanya, semua mata tengah melihat kearah tv besar ditengah ruang. channel di TV sedang memberitakan sebuah berita kecelakaan tragis di jalan tol. Tak ada yg memperhatikan aku masuk ruangan. Kulihat Dinda duduk dipojok ruangan menantiku.

"ada apa? Knp kamu menangis?" Tanya Ilang
"Pelangiku, kamu harus kuat yah, aku tau kamu mencintai Ardi, dia barusan kecelakaan ditol, mobilnya ditabrak tronton" kata Dinda.

Mendengar berita itu membuat jantungku berhenti, masih ingat benar pagi ini Ardi tersenyum manis kepadaku sambil tergesah2 menempelkan pos-it dilemariku. Dada ini terasa sakit seperti aku telah kehilangan separuh hatiku. Tak terasa jatuh air mata ini tak bisa kubendung. Hanya Dinda yang tau bagaimana sayangku pada Ardi.

"Lalu gimana nasibnya?" isak Ilang.
"Dia sekarang ada di Rumah Sakit Pluit, kami berencana untuk kesana sore ini juga, kamu mau ikut kan, sayang? "kata Dinda,

lalu Ilang menganguk sambil memeluk Dinda erat-erat. Dinda sudah seperti kakak buat Ilang. Dia selalu menjadi tempat curhat buat Ilang. Dinda adalah senior yang pertama kali dikenalnya waktu pertama kerja distasiun tivi ini.

Air mata Ilang tidak henti2nya mengalir, sesekali diusapnya karna tak seorang pun teman kantor yang tau perasaannya selain Dinda. Tangannya memeluk erat bahu Dinda. Hanya usapan tangan Dinda yang bisa menenangkan hati Ilang. Sepanjang perjalanan Ilang berusaha untuk mengenang Ardi.

***

Pertama kali kenal Ardi waktu naik bis menuju kantor untuk interview. Posisi Ilang yang berdiri karena sudah gak kebagian kursi. Saat itu seorang cowok yg lagi asik dengan headphonenya tiba-tiba berdiri menawarkan kursinya,

"silahkan bu kalo mau duduk" katanya,

sontak Ilang langsung menjawab "terima kasih",

baru hendak duduk tiba2 pundaknya ditepuk, "hei cantik, saya gak nawarin kamu, kursi ini buat ibu hamil dibelakang kamu" kata sicowok.

Ilang langsung mendadak malu, egoisnya melupakan sejenak bahwa ternyata dibelakangnya sedari tadi ada ibu hamil tua,

"maaf ya bu, saya gak lihat ada ibu, tadi saya pikir dia nawarin saya, silahkan bu"

Cowok yang menurut Ilang sok keren itu coba meledek Ilang,
"mau kemana tante?"
Ilang coba tidak mempedulikan, "duh, cantik2 kok sombong banget sih" goda si cowok,
"Tau ah, jangan sok akrab yah sama gw!, sok kegantengan lo", kata Ilang ketus.

Sampai ditempat pemberhentian sicowok terus membututi Ilang. Ilang tersadar bahwa dirinya diikuti terus dari belakang, sampai akhirnya "Hei, lo mau nyopet ya? Ngapai ikutin gw?", tanya sadis.

"Kalo emang mau nyopet kenapa?", jawab sicowok sambil senyam senyum

Ilang semakin emosi, dia mempercepat langkahnya sampai didepan kantor yang dituju lalu teriak "Pak Satpam, tolong saya, ada yang mau nyopet tuh, dari tadi ikutin saya mulu", sambil menunjuk kearah si cowok.

"yang mana orangnya?", tanya satpam

"itu tuh, yang pake headphone dikepala" kata Ilang.

Sicowok akhirnya mendekati satpam dengan santainya.

"Pagi mas Ardi", kata satpam

Mata Ilang langsung kaget, kok bisa kenal ya?

"Ada apa pak?" Tanya Ardi

"ini mas, mbaknya ini ngirain mas Ardi tuh copet", kata satpam sambil tertawa

"yah, benar, saya memang copet, tapi yang mau saya copet bukan dompetnya, tapi hatinya" , jawab Ardi sambil meledek

***
Langit jingga, sinar keemasannya sedikit menyilaukan, terbenamnya matahari mengiringi perjalanan menuju rumah sakit.

Ilang masih bersandar dibahu Dinda, matanya kosong, pikirannya selalu tertuju pada Ardi. Sesekali air matanya mengalir dari sudut matanya.

Aroma rumah sakit terasa kental ketika crew redaksi mendekati ruangan bertuliskan UGD. Wajah-wajah murung dan duka memenuhi sudut ruang.

"Kami turut prihatin mendengar kabar Ardi, bagaimana dia, Bu?", tanya Pak Edy. Pak Edy adalah manager kami.

"Masih kritis, terima kasih kedatangannya" jawab tante Lina. Sosok wanita tegar ibunda Ardi yg tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Sapu tangan yg selalu digenggamnya selalu digunakan untuk menghapus air matanya.

Sudah hampir 3 jam keluarga Ardi menunggu cemas. Ilang coba mendekati tante Lina.
"Tante, saya Pelangi.."ucap Ilang. Lalu wanita setengah baya itu memeluk Ilang dengan erat, seraya mereka telah mengenal satu sama lain. Lalu tante Lina menarik tangan Ilang lalu memperkenalkan "Ini Silvia, adiknya Ardi", "panggil aja Silvy" jawabnya. Seorang gadis remaja berumur belasan.

Silvy tak kuasa menangis, dia coba memeluk Ilang erat seperti memeluk seorang kakak. "Mas Ardi suka sekali membicarakan tentang kak Pelangi" kata Silvy.

Ilang merasa kaget, bahwa dirinya begitu diterima dengan hangat oleh keluarga Ardi. Ilang semakin bersedih mengingat apa yg telah dilakukannya terhadap Ardi.

***

Dua hari yang lalu dikantor. "Kue Pelangi!!, minggu depan mau gak nemenin gw jalan", tanya Ardi.

"Ngapain??", tanya Ilang semangat

"gw butuh ojek nih, buat nganter gw ke kondangan", Ardi sambil cengengesan

"Sialan, lo.. Emangnya gw supir lo, lo berani bayar berapa?", tantang Ilang.

"Mau gak??, sekalian kita kencan", kata Ardi sambil meledek

"Sial lo, siapa juga yg mau sama lo?", jawab Ilang kesal sambil memeletkan lidahnya keluar "weeks"

***

"Pelangiku!!", Dinda berusaha membangunkan lamunan Ilang. "Kami mau pulang, kamu mau ikut gak?"tanya Dinda.

"eh, hmm.. Aku pulang nanti saja, aku masih mau disini", kata Ilang.

Ilang masih menunggu kabar dokter soal kondisi Ardi. Dia berusaha menenangkan hati Silvy. Ardi dan Silvy sangat dekat, Ardi sangat menyayangi adiknya Silvy, mereka selalu terbuka kl sedang curhat2an.
Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, akhirnya dokterpun keluar.

"Gimana dok, kondisi anak saya?", tanya tante Lina

"Masa kritisnya sudah lewat, tetapi dia masih keadaan koma, dia akan dipindahkan ke ICU", jelas dokter.

Tepat pukul 1 malam, akhirnya dokter boleh mengizinkan kami ke ICU. Dengan seragam khusus tante Lina masuk keruangan, lalu bergantian dengan Silvy. Ekspresi Ilang terlihat cemas, kecemasan karena takut kehilangan kontrol diri.

Hingga tiba giliran Ilang memasuki ruangan. Suasana ruang ICU begitu sepi, hanya terdengar suara mesin2 penyambung hidup saja yg terdengar. Detik jam dinding sampai terdengar jelas ditelinga. Ilang memasuki ruangan dengan napas berat, berusaha menahan diri untuk selalu bisa tenang.

Badan Ilang mendadak gemetar melihat mesin yang tersambung dibadan Ardi. Selang dan kabel sebagai penyangga hidup terhubung ke monitor pengawas. Tubuh penuh balutan terbungkus tertutupi selimut. Wajah yang tertidur tenang diantara hidup dan mati.

"Ardi, ini aku, kue pelangimu..", sambil menggenggam lembut tangan Ardi.

"Kamu sedang apa disana?" Tanya Ilang terisak isak

"Cepat kembali ya, kami mencemaskanmu. Aku mau kok jadi ojegmu, aku antar kemana aja kamu suka. Maafkan aku jika selama ini tak jujur padamu, aku juga sayang kamu"

*** (Suatu waktu)

"Kue Pelangi!!" Panggil Ardi kepada Ilang
 
"Apaaa.. Mau usil lagi?", jawab Ilang sinis

"Sini deh, aku minta tolong dong, kamu kan pinter matematika, bisa selesaikan soal ini gak?", Ardi memberikan selembar pos-it kuning dengan soal matematika diatasnya.

"Buat apaan??" Tanya Ilang

"Silvy, adikku tadi sms tanya PRnya" jelas Ardi

"Sinih, tapi jawabannya nanti ya, kl lagi gak sibuk" kata Ilang



Ilang mulai melirik secarik pos- It tadi. Dia coba memikirkan solusinya. "Hmm, pengakaran angka yg aneh dengan fungsi eksponensial, gimana yah??"gumam Ilang

"coba aku browse dulu, siapa tau ada pemecahannya" pikir Ilang
Hampir 3 jam Ilang dibuat penasaran dengan soal ini

"Gimana, bisa?" Tiba tiba Ardi sudah didepan mejanya

"wah sulit, aku gak paham soalnya, coba tanya yg lain aja" jawab Ilang

"sebenarnya tidak sulit kok, aku baru saja menyelesaikannya" kata Ardi
"bagaimana bisa?", tanya Ilang penasaran

"lihat ini", Ardi mengambil sepotong post-it lainnya lalu menutup sebagian soal tadi.

"selesai", kata Ardi sambil tersenyum manis



"ah sial kamu, usilll aja, pergi sanah, sudah ganggu waktuku saja" jawab Ilang dengan muka memerah


***
“Mbak Pelangi, baiknya istirahat dulu sana, besok kan kamu bekerja” kata tante Lina

Ilang melihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 3 pagi.

“hmm, saya tidur disini saja, menemani Silvy, tan, tanggung sebentar lagi pagi” jawab Ilang

Tante Lina melihat kasihan kepada Ilang, “Terima kasih ya, kamu baik sekali”, lalu mengusap kening Ilang dengan hangat.

Tante Lina kembali kedalam ruang ICU, sedangkan Silvy tertidur pulas dipangkuan Ilang. Ruang tunggu penuh dengan hawa berharap, penuh doa. Suasana ruang tunggu mengingatkan Ilang kapan terakhir dia berdoa kepadaNYA. Ilang masih ingat benar terakhir dia berdoa, waktu ayahnya meninggal.

Ilang lalu berdoa, lagi-lagi air matanya mengalir, badannya kembali gemetar. Dia coba menahan suara, enggan mengganggu keluarga pasien yang lainnya. Sambil memejamkan matanya hingga akhirnya tertidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar