Jumat, 06 Juli 2012

Sembilan Pelangi (3)


Dua jam sebelumnya, Rumah Ambil.

Aku mematut diri di kaca. Kegiatan yang telah aku lakukan bolak-balik satu jam yang lalu. Mungkin inilah rekor terlama aku bercermin. Selama ini biasanya aku memakai dasi, celana panjang, dan sepatu  di mobil, itupun kalau aku sudah parkir di VIP parking khusus mobilku. 

Ada yang salah dengan kemeja kotak-kotak dan jeans belel ini. rasanya keringat tidak berhenti mengalir dipunggungku, lengket sekali. Lima belas menit aku habiskan untuk memutuskan harus pakai sepatu kets atau sepatu kulit Gino Mariani kesayanganku. Dan setelah aku merasa hampir pingsan melihat bayanganku di kaca, aku buru-buru keluar kamar.

Yang pertama melongo melihat penampilanku tentu saja si Adara, adik perempuanku yang luar biasa ajaib. Cewek langsing itu hobinya bergerak. Kegiatannya saat ini sebenarnya hanya membuat roti panggang dan jus tomat untuk sarapan. Tapi dia memilih untuk melakukannya sambil berjingkat, melompat, melenggok kanan kiri, bergeal-geol. Sesekali kakinya menendang tinggi ke udara bagai balerina mabuk. Tepat saat dia minum jus tomat sambil akrobat itulah dia melihatku keluar kamar. Kedua tangan dan kaki kirinya seperti berhenti di udara.

“ Wooi, Bro Bil. Kesambet apaan? Kostum apaan tuh?” Tanyanya curiga

Aku diam saja. Adik-adikku memang cukup kejam mencari panggilan untukku. Ada yang panggil bro Bil, mas Am, atau kombinasi keduanya.

“ Ada panggilan interview.” Jawabku santai.

“ Hah? Becanda ya? Gak ngantor? Lo di interpiu majalah mana lagi? Emang dress code interpiunya harus kaya gembel gitu?” Adara masih terus bertanya. Bawel.

“ Bosen ama kantor. Gue berangkat ya.”

“ Mas Aaammm… gak bawa mobil?”

“Kagak. Gue mau naik bis. Nanti pamitin sama Mom, gue takut telat nih.”

Bi Surti nongol dari dapur. Dia orang kedua yang melongo liat kostumku. 

“ Ealaah Den Ambil.. Itu kets kan sering digigit si burik. Tuh liat jempolnya hampir bolong. Mbok ya ganti sepatu yang lain.”

Aku senyum saja sambil bersiul. Ku lihat Mang Kasim sibuk menyiram pohonan di taman.

“Pinjem topinya bentar ya, Mang. Panas di luar.” Hup, topi kumel Mang Kasim pun berpindah ke kepalaku. 

Aku melangkah ringan. Meninggalkan Adara, Bi Surti, dan Mang Kasim yang bengong kaya abis liat jin.
******

Stasiun TV Ceria,09.40 WIB

“Pagi mba, saya ditelpon pak Ardi untuk interview jam sepuluh.” Kataku ke mba resepsionis.

“ Ooo iya. Sudah ditunggu. Silahkan langsung ke lantai empat. Pak Ardi kebetulan tidak bisa menemui. Nanti digantikan oleh iii… eeeh.. bu Laras.”  Katanya sambil cekikikan centil.

Kulirik lift di ujung ruangan. Angkanya masih menunjukkan angka 2 menuju keatas. Lift yang lain sepertinya sama saja lamanya. Tanggunglah udah keringetan di bis. Sekalian olah raga, pikirku. Empat lantai kan tidak banyak, pakai tangga saja.

****
Lantai 4. Tulisan super besar menamai lantai ini : LANTAI KREATIF. 

Baru sekali ini aku lihat ruang kerja riuh begini. Sepertinya semua orang dan semua mesin bersuara. Bunyi telpon, mesin fax, fotokopi, televisi, semua.

“ Si Afghan gak bisa datang jam 4. Plan B. Hubungi Sule sekarang, siapin script B!”

 “ Wooii… Gandain script Bukan Empat Hidung, bos Tumpul minta dikirimin sepuluh menit lagi!”

“ Menejemen Syahrintul kirim fax nih. Doi gak mau pake gaun yang pink. Minta diganti yang ijo telor asin aja. Jangan lupa selendang kuning sama riasan jambulnya harus oke. Lindaaaa… lo yang in charge kan? Nih fax nya lo baca baek-baek!”

“ Tim gosip In Shirt. Ruang meeting setengah jam lagi!”

Kriiinngg… ngiinngg… bzzz… semua berbunyi.
Aku bingung harus nanya ke siapa. Yang mana bu Laras?
****
Sepuluh menit kemudian aku menemukan diriku sedang tertawa geli. Nama kok Kue Pelangi. Thanks God masih ada orang tua yang kurang waras ngasih nama anak selain Mom dan Dad.

“ Cari siapa?” Tanyanya galak. Pasti dia tersinggung aku ketawain. Ahh biar aja, salah sendiri punya nama aneh begitu.

“Gue kemarin ditelepon Ardi, katanya mau interview..” Aku jelasin, sambil setengah mati ngerem tawaku. “ Kata si mbak di bawah gue harus nemuin Bu Laras.”

“ Gue Bu Laras. Lo bisa masuk kesini setengah jam lagi kalo ketawa lo udah ilang.”  Katanya ketus. “ Di pojok kiri situ ada toilet. Cuci dulu muka lo sana. Lo kemari naik truk pasir ya?!”

Gila.. galak bener tu cewek. Gue, Sembilan Nyawa S.Kom, M. Econ;  Director of Investment Planning and Risk Management PT Energy Nations; the youngest director dalam sejarah itu perusahaan; cowok muda berbakat yang gantengnya gak tanggung-tanggung, baru aja dibilang naik truk pasir..! Lagian tadi dia bilang namanya Kue Pelangi. Sekarang ngaku-ngaku jadi Bu Laras. Orang-orang disini kayanya terlalu banyak bergaul sama artis nih!









Tidak ada komentar:

Posting Komentar