Jumat, 20 Juli 2012

kebosanan..


Kenapa dengan si Putri?? Mulai sakit jiwa?? Heh… mudah2an tidak menulari saya

Bosan ? Pasti pernah merasa bosan khan ? Sebenernya bosan itu apa sih dan bagaimana rasanya ? Sebenernya juga saya ga perlu menjelaskan tentang apa definisi dari bosan. Tentu akan sangat membosankan kalau saya menjelaskan apa itu bosan, bagaimana rasanya bosan. Karena setiap orang sudah mengenal siapa itu bosan. Eh salah, Apa itu bosan yang bener. Nah kan sudah mulai bosan, saya harap belum..

Bosan, buat saya itu relative, Bilakah suatu kegiatan dikatakan bosan?? bosan biasa ditimbulkan karena suatu rutinitas yang sama, monoton, dan tidak menarik. Kebosanan bisa timbul pada setiap orang, sekalipun itu saya, tapi apakah kebosanan bisa direncanakan?? (pertanyaan aneh? Saya berencana bulan depan akan bosan dengan pekerjaan ini..)

Bagaimana kebosanan suatu hubungan terjadi?? Terjadi ketika salah satu orang merasa sudah tidak tertarik, mulai banyak mengeluh, mulai banyak menghindar.. benarkah??

Seberapa cepat kita bosan?? Jika suatu hubungan didapat dengan cara cepat, maka secepat itu pula kita bosan, tetapi jika hubungan didapat melalui proses yang panjang.. apakah sama cepatnya dengan sebelumnya?

I think, jika kita bisa memprediksikan kapan kita mulai bosan, pada saat itu pula sebenarnya kita sudah mulai bosan, karena kita sudah bisa membatasi kapan kita mulai tidak tertarik lagi.

Sabtu, 07 Juli 2012

Sembilan Pelangi (4)

"sudah cuci mukanya?"
orang ini bikin moodku makin gak bagus hari ini

Cring.. Cring.. Whatupku berbunyi, sebuah pesan dari informanku yg sdh kutunggu dari kemarin.

"Kamu bisa pakai ini kan?", kukeluarkan handycam kecil dan pen cam lalu kuletakkan dimeja.

"ikut aku!, interviewnya sambil jalan aja" jaket jeans dan tas punggung langsung kusambar segera.

Motor Rx King tahun 83, sistem 2 tak, silinder 132cc, dengan stang cobra original, setia menantiku diparkiran. Satu2nya peninggalan bapakku, dan gak akan kubiarkan orang lain membawanya, meskipun ku harus memboncengin seorang lelaki

"Kenapa bengong?", "gak pernah lihat cewek bawa motor?" Si Kubil menatapku aneh,

"Ayo naik!, awas jangan macem2" perintahku

Penantian yang telah lama kutunggu,kini ada setitik harapan, orang yang selama ini kucari akhirnya muncul juga, asa yang hampir putus bisa tersambung kembali, semua upaya dan tenaga telah kukumpulkan untuk moment ini, tidak boleh sampai kehilangan lagi.

Bundaku masih saja menangis tiap kali mengingat adik perempuanku. Adik bungsuku telah diculik sepuluh tahun yang lalu, saat usianya masih umur 7 tahun. Selama itu pula seluruh keluargaku mencari informasi keberadaannya. Sebuah jaringan penculik anak yang kami buntuti ternyata bukan sebuah kelompok kecil saja. Orang ini yg menurut info adalah "sang pemetik" adikku, yg hilang kabarnya entah kemana. Hari ini dia muncul kembali, takkan kulepaskan!.

Tiba tiba, "Hei, cewek stress!!, kalo mau mati jgn ngajak gw ya", triak Kubil. Emosiku menegang hingga tak terasa motorku berlari 120 km/jam. Rasa marahku membuat lupa segalanya, yg ada diotakku cuma segera sampai dan menemukan kejelasan dimana adikku berada.

"ah cerewet bener si kubil ini, baru gini aja udah berisik banget"

Sibuknya lalu lintas kota kutembus bersama kuda besiku, kecang tapi tetap memperhatikan ketertiban. Ciiittttt.. Ciiitt.. Decit rem ban motor berbunyi, perlahan kulaju sambil kuperhatikan situasi disini. PASAR ULAT, sebuah plang dimana kuparkirkan motorku dibawahnya.

"Bil, tunggu sebentar disini", kutinggalkan dia sebentar, mukanya sudah pucat seturun dia dari motorku. "seragamku ini akan menarik perhatian banyak orang, baiknya aku ganti baju terlebih dahulu".

Celana pendek jeans belel, kaos buluk bekas kampanye punya bapakku dulu, sendal jepit dan topi, seperangkat peralatan yang biasa kupakai setiap meliput investigasi.

"ayo, ikut gw!", kutepuk pundak si Kubil, dia menganga melihat penampilanku, "hei, lo tuh bener ya, mirip banget anak ilang", kata Kubil, itu artinya samaranku berhasil.

***
"dimana dia?", tanyaku pada informanku

"Disana..", sambil menunjukkan jarinya kesebuah lorong dimana terlihat banyak preman berdiri didepannya.

"jangan kesana, mending loe tunggu disini aja!" Kata dia, aku makin geram, orang yang kucari sudah ada didepan hidungku, tapi aku blm bisa mendekatinya.

Kulihat muka si Kubil masih saja kebingungan, aku tertawa geli, "hei Kubil, yuk kita makan dulu, disana ada warteg"

"Ambil, nama gue Ambil", teriak si kubil

"yah, terserah, mau Ambil, Kubil, Upil, apapun itu, gw laper nih, yuk kita makan" kataku

Sebuah rumah makan bertuliskan Warteg Bu Minah, dindingnya terbuat dari triplek yang dicat biru telor asin. Lemari etalase kaca yang berisikan macam2 sajian masakan, layaknya sebuah ipad dengan layar sentuhnya, setiap pelanggan memilih makanan dengan cara "touchscreen", lalu keluarlah makanan yg ditunjuk tadi.

Ambil dari tadi kebingungan, menanyakan setiap nama makanan, "bu ini apaan?? Kalo yang itu apa??, ini dari apa?, ini rasanya apa??, cerewet untuk ukuran pria, seperti orang yang baru pertama makan di warteg.

Mataku gak bisa lepas menatap kearah lorong gank itu, "kita nunggu siapa??" Ambil mencoba memecah keheningan. Mataku berbalik kearahnya "targetku,.. Ntar kalo gw kasih kode loe langsung ambil gambar ya", sebuah handycam dan tas berlubang untuk menyembunyikannya diserahkan ke Ambil, "loe jangan terlalu deket ambilnya, kasih jarak pokoknya, keep natural ok, blended ya!"

Suasana kembali sunyi, Laras coba menahan ketawa melihat ekspresi Ambil yang sibuk memilah2 makanan. Hampir semua makanan disingkirkan dipojokan piring, hanya ayam goreng saja yang bisa dia telan, dasar orang kota.

"sebelumnya loe kerja dimana Bill?", pertanyaan interview dikeluarkan untuk mengisi kekosongan.

"hmm.. Diproduction house, asistant cameramen", jawab Ambil

Jumat, 06 Juli 2012

Sembilan Pelangi (3)


Dua jam sebelumnya, Rumah Ambil.

Aku mematut diri di kaca. Kegiatan yang telah aku lakukan bolak-balik satu jam yang lalu. Mungkin inilah rekor terlama aku bercermin. Selama ini biasanya aku memakai dasi, celana panjang, dan sepatu  di mobil, itupun kalau aku sudah parkir di VIP parking khusus mobilku. 

Ada yang salah dengan kemeja kotak-kotak dan jeans belel ini. rasanya keringat tidak berhenti mengalir dipunggungku, lengket sekali. Lima belas menit aku habiskan untuk memutuskan harus pakai sepatu kets atau sepatu kulit Gino Mariani kesayanganku. Dan setelah aku merasa hampir pingsan melihat bayanganku di kaca, aku buru-buru keluar kamar.

Yang pertama melongo melihat penampilanku tentu saja si Adara, adik perempuanku yang luar biasa ajaib. Cewek langsing itu hobinya bergerak. Kegiatannya saat ini sebenarnya hanya membuat roti panggang dan jus tomat untuk sarapan. Tapi dia memilih untuk melakukannya sambil berjingkat, melompat, melenggok kanan kiri, bergeal-geol. Sesekali kakinya menendang tinggi ke udara bagai balerina mabuk. Tepat saat dia minum jus tomat sambil akrobat itulah dia melihatku keluar kamar. Kedua tangan dan kaki kirinya seperti berhenti di udara.

“ Wooi, Bro Bil. Kesambet apaan? Kostum apaan tuh?” Tanyanya curiga

Aku diam saja. Adik-adikku memang cukup kejam mencari panggilan untukku. Ada yang panggil bro Bil, mas Am, atau kombinasi keduanya.

“ Ada panggilan interview.” Jawabku santai.

“ Hah? Becanda ya? Gak ngantor? Lo di interpiu majalah mana lagi? Emang dress code interpiunya harus kaya gembel gitu?” Adara masih terus bertanya. Bawel.

“ Bosen ama kantor. Gue berangkat ya.”

“ Mas Aaammm… gak bawa mobil?”

“Kagak. Gue mau naik bis. Nanti pamitin sama Mom, gue takut telat nih.”

Bi Surti nongol dari dapur. Dia orang kedua yang melongo liat kostumku. 

“ Ealaah Den Ambil.. Itu kets kan sering digigit si burik. Tuh liat jempolnya hampir bolong. Mbok ya ganti sepatu yang lain.”

Aku senyum saja sambil bersiul. Ku lihat Mang Kasim sibuk menyiram pohonan di taman.

“Pinjem topinya bentar ya, Mang. Panas di luar.” Hup, topi kumel Mang Kasim pun berpindah ke kepalaku. 

Aku melangkah ringan. Meninggalkan Adara, Bi Surti, dan Mang Kasim yang bengong kaya abis liat jin.
******

Stasiun TV Ceria,09.40 WIB

“Pagi mba, saya ditelpon pak Ardi untuk interview jam sepuluh.” Kataku ke mba resepsionis.

“ Ooo iya. Sudah ditunggu. Silahkan langsung ke lantai empat. Pak Ardi kebetulan tidak bisa menemui. Nanti digantikan oleh iii… eeeh.. bu Laras.”  Katanya sambil cekikikan centil.

Kulirik lift di ujung ruangan. Angkanya masih menunjukkan angka 2 menuju keatas. Lift yang lain sepertinya sama saja lamanya. Tanggunglah udah keringetan di bis. Sekalian olah raga, pikirku. Empat lantai kan tidak banyak, pakai tangga saja.

****
Lantai 4. Tulisan super besar menamai lantai ini : LANTAI KREATIF. 

Baru sekali ini aku lihat ruang kerja riuh begini. Sepertinya semua orang dan semua mesin bersuara. Bunyi telpon, mesin fax, fotokopi, televisi, semua.

“ Si Afghan gak bisa datang jam 4. Plan B. Hubungi Sule sekarang, siapin script B!”

 “ Wooii… Gandain script Bukan Empat Hidung, bos Tumpul minta dikirimin sepuluh menit lagi!”

“ Menejemen Syahrintul kirim fax nih. Doi gak mau pake gaun yang pink. Minta diganti yang ijo telor asin aja. Jangan lupa selendang kuning sama riasan jambulnya harus oke. Lindaaaa… lo yang in charge kan? Nih fax nya lo baca baek-baek!”

“ Tim gosip In Shirt. Ruang meeting setengah jam lagi!”

Kriiinngg… ngiinngg… bzzz… semua berbunyi.
Aku bingung harus nanya ke siapa. Yang mana bu Laras?
****
Sepuluh menit kemudian aku menemukan diriku sedang tertawa geli. Nama kok Kue Pelangi. Thanks God masih ada orang tua yang kurang waras ngasih nama anak selain Mom dan Dad.

“ Cari siapa?” Tanyanya galak. Pasti dia tersinggung aku ketawain. Ahh biar aja, salah sendiri punya nama aneh begitu.

“Gue kemarin ditelepon Ardi, katanya mau interview..” Aku jelasin, sambil setengah mati ngerem tawaku. “ Kata si mbak di bawah gue harus nemuin Bu Laras.”

“ Gue Bu Laras. Lo bisa masuk kesini setengah jam lagi kalo ketawa lo udah ilang.”  Katanya ketus. “ Di pojok kiri situ ada toilet. Cuci dulu muka lo sana. Lo kemari naik truk pasir ya?!”

Gila.. galak bener tu cewek. Gue, Sembilan Nyawa S.Kom, M. Econ;  Director of Investment Planning and Risk Management PT Energy Nations; the youngest director dalam sejarah itu perusahaan; cowok muda berbakat yang gantengnya gak tanggung-tanggung, baru aja dibilang naik truk pasir..! Lagian tadi dia bilang namanya Kue Pelangi. Sekarang ngaku-ngaku jadi Bu Laras. Orang-orang disini kayanya terlalu banyak bergaul sama artis nih!









Kamis, 05 Juli 2012

Dilema Galih

Tak bedanya Galih dengan pria lainnya, tampil cuek untuk urusan penampilannya. Wajahnya biasa-biasa saja, tidak terlalu tampan untuk pantaran orang kota, tidak pintar juga karna hanya lulusan universitas swasta yang tidak cukup ternama. Rambutnya yg klimis udik dengan wajah jawa eksotik. Tidak pernah terlalu berharap jatuh cinta dengan gadis secantik Ratna.
Ratna memang sosok yang pantas diidolakan, cantik, pintar dan juga ramah. Galih mungkin tidak pernah masuk kriterianya, berharap kenalpun mungkin tidak.
Awal pertemuannya dikarenakan arah pulang yang sama. Saling cuek sudah menjadi biasa, sekedar basa basi saja karna mereka satu kantor.
Betul kata pepatah jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Ratna hanya menjadi fantasi buat Galih, tidak berharap lebih. Bisa berdekatan dengan Ratna merupakan sensasi yg luar biasa.
Banyak pria tampan yang jatuh hati padanya, berat buat Galih untuk bersaing dgn yg lainnya.
Tidak ada keistimewaan dari Galih yg bisa dipamerkan. Melayani dan menuruti permintaan Ratna adalah salah satu cara bagi Galih agar bisa berdekatan dengannya.
Dimata Galih, Ratna adalah mahluk sempurna yg telah mengalihkan dunianya. Dihadapan Ratna, Galih selalu kehilangan kontrol diri, mendadak gagap, keringat dingin dan lemas.
Saat bahagia bagi Galih ketika Ratna pertama kalinya mengajak pulang bersama. Tidak ada yang spesial memang, tapi jika itu diucapkan dari bibir Ratna menjadi terasa berbeda.
Beberapa kali Galih mencoba sms ke Ratna, perlu keberanian besar untuk menekan tombol kirim pada handphonenya. Besar harapan bagi Galih untuk mendapat jawaban dari Ratna, tp yang ada hanya sebatas harapan. Galih merasa maklum setelah menimbang siapa dirinya.
Mendapat satu senyuman Ratna sudah cukup menjalani indahnya hari, meskipun berharap lebih.
Galih juga manusia biasa, yang punya hasrat. Galih bukan seperti Fahri dalam AAC yg mampu menjaga keimanannya. Hal inilah yang suatu kali membuat Ratna marah karna Galih berusaha menyentuhnya.
Galih pun sadar saat itu bahwa tak ada sedikit pun nama Galih dihatinya.
Ratna maafkan Galih ya..

Senin, 02 Juli 2012

diary neng : Kisah Minggu Siang

 


Minggu siang di saung tengah sawah yang hampir menguning. Neng duduk bareng Akang menikmati singkong rebus panas. Di cocol gula merah cair. Minumnya teh pahit hangat. Suara air yang mengairi sawah jadi latarnya. Neng yakin surga tidak jauh beda dengan indahnya saat ini.

Sesekali Neng melirik malu ke si Akang. Tubuhnya yang bertelanjang dada agak gelap kena terik surya setiap hari terlihat gagah. Beberapa butir peluh masih mengalir di keningnya. Kakinya belepotan lumpur. Aiihhh… machonya si Akang.. 

Mendadak si Akang menoleh ke Neng. Idiihh Neng jadi malu ketauan lagi merhatiin Akang. Pipi Neng terasa memanas. 

“Neng..”

“Iya, Kang..”

“ Akang sayang sama Neng.”

“…. Iya Kang.”

“ Sayaaanng sekali.”

“….. sama atuh Kang...”

“Akang cinta pisan ke Neng. Cinta Akang teh daleemmm banget ke neng”

Si Neng makin tersipu. Aahh.. si Akang paling bisa bikin Neng speechless. Kalo udah kaya gitu Neng harus ngomong apa coba?

“ Akang mau nikah abis lebaran, Neng.”

“Iihh si Akang mendadak pisan. Neng belum siap atuh.”

“ Tapi Neng....”

“ Neng kan masih sekolah Kang. Ama abah juga belum diijinin. Akang tunggu aja sampe Neng lulus yah. Setaun lagiii aja. Neng janji deh gak akan nolak kalo Akang minta lagi taun depan.”

“ Dengerin Akang dulu…”

 “ Iya Neng ngerti Ambu ama Abah Akang udah pingin punya cucu. Akang kasih tau aja dulu tunggu setaun lagi yaa..”

“Akang mau nikah abis lebaran... tapi…”

“Ahh Akang.. nanti sekolah Neng gimana? Masa nanti Neng ujian sambil gendong bayi. Sebenernya sih Abah maunya Neng kuliah dulu, abis itu kerja deh. Jadi guru atau perawat di puskesmas gitu, Kang. Tapi kalo Neng lulus terus nikah dulu mungkin udah diijinin deh kang..”

Si Akang menatap Neng dalam-dalam. 

“Dengerin akang dulu. Akang mau nikah abis lebaran. Tapi bukan sama Neng..”

Ooww… Neng senyum lega. Akang emang bener-bener pengertian. Akang emang gak pernah maksa.. Hati Neng melompat gembira. Jadi Neng bisa lulus dulu, kuliah, terus jadi perawat puskesmas berseragam putih. Aduuhhh Neng pasti cantik deh. Neng pingin peluk Akang. Makasih buat pengertian Akang yang begitu besar. Bahagiaaa rasanya.

Tapi eehh… bukan sama Neng? Jadi sama siapa?

“Maapin Akang ya, Neng. Akang udah ngecewain Neng. Tapi Akang akan mencintai Neng selamanya.”

Air mata Neng langsung mengalir tanpa bisa dicegah. Perih.. sakit.