Kamis, 16 Agustus 2012

Selamat Jalan Surti


Hari ini adalah hari penting bagi Tejo. Sebuah hari yang paling ditakutkan, hari terakhir dia bersama dengan Surti. Surti anak pertama, merupakan tulang punggung keluarga, bapaknya yang memintanya untuk menjadi TKW di Arab. Hubungan Surti dan Tejo tidak mendapat restu dari orang tuanya. Tejo hanyalah seorang tukang ojek yang hidupnya pas-pasan. Orang tua Surti berharap dia mendapatkan pasangan dari kalangan yang lebih kaya.

Motor kreditan sudah selesai dicuci tadi pagi. Hari ini Tejo berusaha tampil berbeda dari biasanya. Semua baju dan celana terbaik dipakainya. Tejo ingin membuat hari ini menjadi special di mata Surti. Dengan penuh harap agar Surti mau membatalkan rencananya setelah bertemu dia.

Sudah pukul 10, Tejo berjanji mengantarkan Surti ke Bandara. Hari yang begitu berat buat Tejo, selama perjalanan yang terbayangkan hanyalah hidup tanpa Surti. Sesampai dirumah Surti, Tejo sedih bukan kepalang. Surti yang telah berdandan begitu cantik sedang berdiri didepan pintu rumahnya. Baju polkadot warna-warni dan rambut yang dikepang dua serta tas koper besar disandingnya. Sebuah kesan yang menyimpulkan bahwa dia akan pergi untuk waktu yang lama.

Orang tua Surti tampak muram melihat kedatangan Tejo. Mereka mencoba memakluminya, karena besok Tejo sudah tidak akan berhubungan lagi dengan anaknya. Suasana menjadi haru biru ketika Surti berpamitan kepada keluarganya. Ibu dan keempat adiknya menangis melepaskan Surti. 

Suasana menjadi sangat hening disepanjang perjalanan. Tak ada yang mau memulai percakapan. Dibalik helm fullfacenya, Tejo mencoba menahan sedihnya. Tak terelakkan hingga tak terasa bagian dalam helm menjadi basah semua. Surti dan Tejo tak sanggup untuk mengucapkan kata berpisah. Hanya tangis dan kesunyian yang menemani sepanjang perjalanan. Yang Tejo rasakan bahwa kali ini Surti menggenggam erat pinggang Tejo, rasa yang mengisaratkan bahwa Surti pun tak ingin berpisah dari Tejo.

Sesampainya di Bandara, Tejo mengantarkan Surti hingga depan pintu gerbang. Suasana masih saja sunyi, hanya tatapan mata dan kesedihan yang terpancar dari keduanya. 

Tidak ada perpisahan, tanpa tau akhir ceritanya…

Senin, 13 Agustus 2012

diary neng : Kisah Sabtu Malam


Dua tahun setelah kisah sedih di tengah sawah. Jatuh bangun Neng coba ikhlas, toh hidup tetap harus dijalankan. Neng sekarang sudah jadi mahasiswi akademi kebidanan. Tekad Neng bulat sempurna, Neng harus jadi orang yang berguna di desa. Nah, pekerjaan apalagi yang lebih mulia dari membantu seorang ibu berjuang antara hidup dan mati melahirkan calon pemimpin bangsa? Amin.

Neng yang sekarang memang beda. Hampir semua orang yang kenal merasakan perubahan sikap Neng. Neng sendiri tidak dapat menjelaskan kenapa. Hmm… yang Neng tau, airmata membuat orang bisa melihat lebih jelas, dan hati yang luka tidak akan menjadikannya orang yang sama lagi. 

Selama dua tahun, susah payah Bang Jun, pemuda betawi blasteran arab, mendekati Neng. Sudah seratus enam puluh enam kali Abang bilang cinta ke Neng. Sore itui Abang mencoba untuk yang ke seratus enam puluh tujuh kali.

Abang     : Neng, Abang serius nih cinta ama Neng. Napa sih Neng kagak pernah jawab. Neng cinta kagak ama Abang?

Neng      : …..*senyum

Abang    : Abang kan udah buktiin banyak. Neng minta apaan aja pasti Abang turutin. Asal jangan minta Abang nyubit Ade Rai aja. Abang geli geli gimanaaa gitu.

Neng      : ……*tertawa

Abang emang lucu. Selalu menghibur. Sejujurnya, Abang memegang peranan penting dalam mengembalikan semangat Neng.

Abang     : Abang cinta mati nih Neng. Neng satu-satunya cewek yang udah bikin Abang klepek-klepek kayak gini.

Neng      : ….*senyum lagi

Abang     : Neng jangan tinggallin Abang ya. Abang bakal bunuh diri kalo sampe Neng ninggalin Abang.

Neng      : ….*speechless

Abang     : Abang cintaaaaaa ama Neng...! Wooyyy semua orang, dengerin nih ye. Aye, Junaedi bin Su’eb, cinta mati ama Neeeng..!!

Neng      : …… *ngeloyor pura-pura gak kenal

Begitulah. Hati Neng mulai terbuka. Tiga hari kemudian Neng menerima pernyataan cinta Abang yang ke seratus enam puluh delapan. Abang memang pandai dan lucu. Sejak itu hari-hari Neng terasa ceria dekat Abang. Neng tau, sudah saatnya mulai percaya. Pasti ada orang yang benar-benar mencintai Neng dengan tulus. Dan Neng yakin, orang itu adalah Abang.
Abang selalu jadi orang pertama tempat curhat Neng. Tangis dan tawa selalu Neng bagi ke Abang. Neng semakin mencintai Abang. Semua memang ada waktunya. Neng bakal jadi bidan, dan ada Abang yang selalu disamping Neng. 

Sabtu ini tepat setahun Neng jadian ama Abang. Abang janji ajak Neng nonton DVD sewaan bareng. Ambu dan Abah senyum-senyum liat Neng sibuk bebenah dan nyiapin kue kecil di ruang keluarga. Jam tujuh malam, Abang datang menyerahkan tiga DVD. Waaahhh bakal begadang nih nontonnya. 

Neng        : nonton yang mana dulu nih Bang?

Abang      : terserah Neng aja. Ada jet lee, ada Shahruk khan, ada pilem Indonesia juga tuh.

Neng        : yang Jet lee aja dulu ya Bang. Biar seru.

Abang      : boleh Neng cakeep.......

Sambil tersipu Neng buka tempat DVD cepat-cepat. Selembar amplop pink melayang jatuh begitu kotaknya terbuka. Aahhh… Abang romantis banget sih. Pake bikin surat warna pink segala.

Abang      : …… itu…

Neng        : makasih ya Bang. Neng seneng banget. Neng baca ya, Bang

Abang      : ……tapi...

“ Jangan sedih dong, dek. Abang jadi ikutan sedih kalo Adek sedih. Abang mau jadi orang yang selalu disamping Adek kalo Adek lagi sedih. Abang cinta banget ama Adek. Yang kemarin itu Cuma salah paham aja. Bales ya surat Abang ini. Sabtu depan kita nonton yuk..
Penuh cinta, Bang Jun.”

Sekali lagi, air mata Neng menitik. Sekali lagi, hati Neng terluka. Sekali lagi, kata cinta kehilangan makna.



Rabu, 01 Agustus 2012

Sembilan Pelangi (6)

Pasar Ulat, sebagian orang jakarta mengenalnya sebagai pasar murah karena banyak barang2 eks import dan black market ada disini, sebagian juga mengenal sebagai daerah hitam karena hampir selalu menjadi sarang transaksi dan berkumpulnya pengedar.

Siang hari semakin ramai, sesak, penuh, ricuh dengan para penjual dan pembeli. Sulit membedakan mana penjual ataupun preman. Hampir dua jam Ilang dan Ambil menunggu diwarteg tetapi belum ada hasil.

Ambil sibuk mengutak atik handycam, sedang Ilang tak pernah melepaskan matanya dari lorong itu.
"ah, kamu tunggu aja disini ya Bill, aku mau cari info dulu" bisik Ilang.

Ilang mulai berjalan layaknya seorang pembeli yang memilih barang, didatangi setiap penjual hingga semakin dekat dengan mulut lorong gang. Dan berhenti didepan tukang gorengan tepat bersebrangan dengan lorong.

Kelihaian Ilang dalam berbaur, keluwesan dalam bertanya hingga tidak ada yang menaruh curiga padanya. Bercanda dengan penjual gorengan sambil sesekali mencoba memasak sendiri.

Hp Ilang bergetar, sambil mengintip sebentar, sms dari Dinda sahabat Ilang "Segera ke kantor, harap cepat, atau kamu akan menyesal seumur hidupmu", pesan yg singkat dan aneh, membuatnya penasaran,

"Ada apa ya?, Dinda gak pernah bercanda, ini pasti serius", pikir Ilang.

Ilang lalu bergegas menghampiri Ambil, “ Matiin semua. Targetnya batal. Kita pulang aja sekarang. Besok lo datang lagi jam sepuluh buat interview.” Katanya Ilang.

“ Cepetan. Lo mau numpang lagi gak?” seru Ilang

Ambil langsung menolak tawaran dengan ekspresi ketakutan.

Ilang langsung menghubungi Dinda,
"Ada apa say?"
"Pelangiku, buruan dech kamu kekantor, its very important to you, i have bad news, please quickly and try to drive carefully yah" jawab Dinda resah.

Mata Ilang kembali melihat kearah lorong itu. Berat rasanya kehilangan target yang selama ini ditunggu, tapi keresahan Dinda membuatnya khawatir bahwa ada sesuatu yg penting tengah terjadi dikantor. Ilang menghubungi informannya untuk terus membututi targetnya,

"Tenang aja, nanti gw transfer ok, thanks ya", jawab Ilang melalui Hpnya.
Ilang lalu bergegas pergi setelah berganti baju.

***
Suasana kantor serasa berubah, tidak seperti biasanya, semua mata tengah melihat kearah tv besar ditengah ruang. channel di TV sedang memberitakan sebuah berita kecelakaan tragis di jalan tol. Tak ada yg memperhatikan aku masuk ruangan. Kulihat Dinda duduk dipojok ruangan menantiku.

"ada apa? Knp kamu menangis?" Tanya Ilang
"Pelangiku, kamu harus kuat yah, aku tau kamu mencintai Ardi, dia barusan kecelakaan ditol, mobilnya ditabrak tronton" kata Dinda.

Mendengar berita itu membuat jantungku berhenti, masih ingat benar pagi ini Ardi tersenyum manis kepadaku sambil tergesah2 menempelkan pos-it dilemariku. Dada ini terasa sakit seperti aku telah kehilangan separuh hatiku. Tak terasa jatuh air mata ini tak bisa kubendung. Hanya Dinda yang tau bagaimana sayangku pada Ardi.

"Lalu gimana nasibnya?" isak Ilang.
"Dia sekarang ada di Rumah Sakit Pluit, kami berencana untuk kesana sore ini juga, kamu mau ikut kan, sayang? "kata Dinda,

lalu Ilang menganguk sambil memeluk Dinda erat-erat. Dinda sudah seperti kakak buat Ilang. Dia selalu menjadi tempat curhat buat Ilang. Dinda adalah senior yang pertama kali dikenalnya waktu pertama kerja distasiun tivi ini.

Air mata Ilang tidak henti2nya mengalir, sesekali diusapnya karna tak seorang pun teman kantor yang tau perasaannya selain Dinda. Tangannya memeluk erat bahu Dinda. Hanya usapan tangan Dinda yang bisa menenangkan hati Ilang. Sepanjang perjalanan Ilang berusaha untuk mengenang Ardi.

***

Pertama kali kenal Ardi waktu naik bis menuju kantor untuk interview. Posisi Ilang yang berdiri karena sudah gak kebagian kursi. Saat itu seorang cowok yg lagi asik dengan headphonenya tiba-tiba berdiri menawarkan kursinya,

"silahkan bu kalo mau duduk" katanya,

sontak Ilang langsung menjawab "terima kasih",

baru hendak duduk tiba2 pundaknya ditepuk, "hei cantik, saya gak nawarin kamu, kursi ini buat ibu hamil dibelakang kamu" kata sicowok.

Ilang langsung mendadak malu, egoisnya melupakan sejenak bahwa ternyata dibelakangnya sedari tadi ada ibu hamil tua,

"maaf ya bu, saya gak lihat ada ibu, tadi saya pikir dia nawarin saya, silahkan bu"

Cowok yang menurut Ilang sok keren itu coba meledek Ilang,
"mau kemana tante?"
Ilang coba tidak mempedulikan, "duh, cantik2 kok sombong banget sih" goda si cowok,
"Tau ah, jangan sok akrab yah sama gw!, sok kegantengan lo", kata Ilang ketus.

Sampai ditempat pemberhentian sicowok terus membututi Ilang. Ilang tersadar bahwa dirinya diikuti terus dari belakang, sampai akhirnya "Hei, lo mau nyopet ya? Ngapai ikutin gw?", tanya sadis.

"Kalo emang mau nyopet kenapa?", jawab sicowok sambil senyam senyum

Ilang semakin emosi, dia mempercepat langkahnya sampai didepan kantor yang dituju lalu teriak "Pak Satpam, tolong saya, ada yang mau nyopet tuh, dari tadi ikutin saya mulu", sambil menunjuk kearah si cowok.

"yang mana orangnya?", tanya satpam

"itu tuh, yang pake headphone dikepala" kata Ilang.

Sicowok akhirnya mendekati satpam dengan santainya.

"Pagi mas Ardi", kata satpam

Mata Ilang langsung kaget, kok bisa kenal ya?

"Ada apa pak?" Tanya Ardi

"ini mas, mbaknya ini ngirain mas Ardi tuh copet", kata satpam sambil tertawa

"yah, benar, saya memang copet, tapi yang mau saya copet bukan dompetnya, tapi hatinya" , jawab Ardi sambil meledek

***
Langit jingga, sinar keemasannya sedikit menyilaukan, terbenamnya matahari mengiringi perjalanan menuju rumah sakit.

Ilang masih bersandar dibahu Dinda, matanya kosong, pikirannya selalu tertuju pada Ardi. Sesekali air matanya mengalir dari sudut matanya.

Aroma rumah sakit terasa kental ketika crew redaksi mendekati ruangan bertuliskan UGD. Wajah-wajah murung dan duka memenuhi sudut ruang.

"Kami turut prihatin mendengar kabar Ardi, bagaimana dia, Bu?", tanya Pak Edy. Pak Edy adalah manager kami.

"Masih kritis, terima kasih kedatangannya" jawab tante Lina. Sosok wanita tegar ibunda Ardi yg tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Sapu tangan yg selalu digenggamnya selalu digunakan untuk menghapus air matanya.

Sudah hampir 3 jam keluarga Ardi menunggu cemas. Ilang coba mendekati tante Lina.
"Tante, saya Pelangi.."ucap Ilang. Lalu wanita setengah baya itu memeluk Ilang dengan erat, seraya mereka telah mengenal satu sama lain. Lalu tante Lina menarik tangan Ilang lalu memperkenalkan "Ini Silvia, adiknya Ardi", "panggil aja Silvy" jawabnya. Seorang gadis remaja berumur belasan.

Silvy tak kuasa menangis, dia coba memeluk Ilang erat seperti memeluk seorang kakak. "Mas Ardi suka sekali membicarakan tentang kak Pelangi" kata Silvy.

Ilang merasa kaget, bahwa dirinya begitu diterima dengan hangat oleh keluarga Ardi. Ilang semakin bersedih mengingat apa yg telah dilakukannya terhadap Ardi.

***

Dua hari yang lalu dikantor. "Kue Pelangi!!, minggu depan mau gak nemenin gw jalan", tanya Ardi.

"Ngapain??", tanya Ilang semangat

"gw butuh ojek nih, buat nganter gw ke kondangan", Ardi sambil cengengesan

"Sialan, lo.. Emangnya gw supir lo, lo berani bayar berapa?", tantang Ilang.

"Mau gak??, sekalian kita kencan", kata Ardi sambil meledek

"Sial lo, siapa juga yg mau sama lo?", jawab Ilang kesal sambil memeletkan lidahnya keluar "weeks"

***

"Pelangiku!!", Dinda berusaha membangunkan lamunan Ilang. "Kami mau pulang, kamu mau ikut gak?"tanya Dinda.

"eh, hmm.. Aku pulang nanti saja, aku masih mau disini", kata Ilang.

Ilang masih menunggu kabar dokter soal kondisi Ardi. Dia berusaha menenangkan hati Silvy. Ardi dan Silvy sangat dekat, Ardi sangat menyayangi adiknya Silvy, mereka selalu terbuka kl sedang curhat2an.
Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, akhirnya dokterpun keluar.

"Gimana dok, kondisi anak saya?", tanya tante Lina

"Masa kritisnya sudah lewat, tetapi dia masih keadaan koma, dia akan dipindahkan ke ICU", jelas dokter.

Tepat pukul 1 malam, akhirnya dokter boleh mengizinkan kami ke ICU. Dengan seragam khusus tante Lina masuk keruangan, lalu bergantian dengan Silvy. Ekspresi Ilang terlihat cemas, kecemasan karena takut kehilangan kontrol diri.

Hingga tiba giliran Ilang memasuki ruangan. Suasana ruang ICU begitu sepi, hanya terdengar suara mesin2 penyambung hidup saja yg terdengar. Detik jam dinding sampai terdengar jelas ditelinga. Ilang memasuki ruangan dengan napas berat, berusaha menahan diri untuk selalu bisa tenang.

Badan Ilang mendadak gemetar melihat mesin yang tersambung dibadan Ardi. Selang dan kabel sebagai penyangga hidup terhubung ke monitor pengawas. Tubuh penuh balutan terbungkus tertutupi selimut. Wajah yang tertidur tenang diantara hidup dan mati.

"Ardi, ini aku, kue pelangimu..", sambil menggenggam lembut tangan Ardi.

"Kamu sedang apa disana?" Tanya Ilang terisak isak

"Cepat kembali ya, kami mencemaskanmu. Aku mau kok jadi ojegmu, aku antar kemana aja kamu suka. Maafkan aku jika selama ini tak jujur padamu, aku juga sayang kamu"

*** (Suatu waktu)

"Kue Pelangi!!" Panggil Ardi kepada Ilang
 
"Apaaa.. Mau usil lagi?", jawab Ilang sinis

"Sini deh, aku minta tolong dong, kamu kan pinter matematika, bisa selesaikan soal ini gak?", Ardi memberikan selembar pos-it kuning dengan soal matematika diatasnya.

"Buat apaan??" Tanya Ilang

"Silvy, adikku tadi sms tanya PRnya" jelas Ardi

"Sinih, tapi jawabannya nanti ya, kl lagi gak sibuk" kata Ilang



Ilang mulai melirik secarik pos- It tadi. Dia coba memikirkan solusinya. "Hmm, pengakaran angka yg aneh dengan fungsi eksponensial, gimana yah??"gumam Ilang

"coba aku browse dulu, siapa tau ada pemecahannya" pikir Ilang
Hampir 3 jam Ilang dibuat penasaran dengan soal ini

"Gimana, bisa?" Tiba tiba Ardi sudah didepan mejanya

"wah sulit, aku gak paham soalnya, coba tanya yg lain aja" jawab Ilang

"sebenarnya tidak sulit kok, aku baru saja menyelesaikannya" kata Ardi
"bagaimana bisa?", tanya Ilang penasaran

"lihat ini", Ardi mengambil sepotong post-it lainnya lalu menutup sebagian soal tadi.

"selesai", kata Ardi sambil tersenyum manis



"ah sial kamu, usilll aja, pergi sanah, sudah ganggu waktuku saja" jawab Ilang dengan muka memerah


***
“Mbak Pelangi, baiknya istirahat dulu sana, besok kan kamu bekerja” kata tante Lina

Ilang melihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 3 pagi.

“hmm, saya tidur disini saja, menemani Silvy, tan, tanggung sebentar lagi pagi” jawab Ilang

Tante Lina melihat kasihan kepada Ilang, “Terima kasih ya, kamu baik sekali”, lalu mengusap kening Ilang dengan hangat.

Tante Lina kembali kedalam ruang ICU, sedangkan Silvy tertidur pulas dipangkuan Ilang. Ruang tunggu penuh dengan hawa berharap, penuh doa. Suasana ruang tunggu mengingatkan Ilang kapan terakhir dia berdoa kepadaNYA. Ilang masih ingat benar terakhir dia berdoa, waktu ayahnya meninggal.

Ilang lalu berdoa, lagi-lagi air matanya mengalir, badannya kembali gemetar. Dia coba menahan suara, enggan mengganggu keluarga pasien yang lainnya. Sambil memejamkan matanya hingga akhirnya tertidur.